Berhati-hatilah, ini bisa jadi jebakan-jebakan manis bagi umat Islam.
Ingatlah, agen-agen sekularisme mulai berjalan dengan baik dan itu
berarti sekularisasi sedang menuju puncaknya di negeri ini
SAYA cukup terkejut membaca berita di media-media Indonesia hari Ahad, (20/04/2014) tentang keretakan di internal partai berlambang ka’bah
(PPP). Berita ini sungguh mengusik kami para mahasiswa Islam yang
sedang belajar di luar negeri. Kami di Turki juga ikut dibuat tidak
nyaman. Di beberapa grup diskusi mengemuka kegelisahan-kegelisahan
persoalan-persoalan yang massif terjadi.
Hasil Pemilu legislative kemarin (09/04/2014) dengan menempatkan
partai-partai berbasis Islam di perolehan kurang lebih 32% suara
sementara menurut QC membawa angin segar. Hal itu karena partai-partai
berbasis Islam ini mengalami peningkatan signifikan dari sebelumnya dan
sekaligus menjungkir-balikkan asumsi-asumsi lembaga-lembaga survei.
Sebagaimana kita ketahui jauh sebelum Pemilu dihelat sepertinya
lembaga-lembaga survei itu dengan sengaja berusah-payah ingin ikut
berusaha sekeras mungkin “mengubur” partai-partai berbasis Islam.
Angin segar itulah yang kemudian menghembus begitu cepatnya melalui
statemen-statemen tokoh-tokoh Muslim. Sebut misalnya Dr Hamid Fahmi
Zarkasyi (Putra Pendiri PP Darussalam Gontor) atau kemudian Bachtiar
Natsir (MIUMI), misalnya, yang menyerukan agar ada koalisi partai
berbasis Islam. Tambah segar rasanya mendengar kabar bahwa kemudian terselenggara pertemuan tokoh-tokoh, ormas-ormas dan partai-partai Islam berembuk untuk menjajaki langkah bersama menuju koalisi antar papol berbasis Islam di Cikini kemarin (17/04/2014).
Ada rasa optimis yang mendalam mendengar kabar itu sekaligus rasa
optimis saya tangkap dari tokoh-tokoh Islam itu. Namun anehnya, tidak
lama kemudian ada peristiwa-peristiwa yang bertubi-tubi terjadi demikian
cepatnya yang mengganggu –bahkan— bisa saja mengancam rencana koalisi
parpol-parpol berbasis Islam.
Padahal pertemuan Cikini sepertinya baru permulaan. Apakah justru
karena baru bermula itulah ada pihak-pihak yang merasa terusik agar
jangan sampai menyatu-padukan di antara mereka?
Yang paling mencolok dari peristiwa demi peristiwa yang terjadi
adalah keretakan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan. Peristiwa
cepatnya Ketua Umum PPP Suryadharma Ali berkoalisi dengan Prabowo
(Partai Gerindra) dan bebebrapa jam kemudian disusul pemberhentian
sementara Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum PPP (20/04/2014) hingga
menjelang Muktamar merupakan gambaran kecil bahwa ada problem-problem
akut di tubuh mereka. Saya yang menonton dari jauh ingin rasanya
memberikan catatan-catatan barangkali bermanfaat.
Kepada elit-elit Islam (khususnya partai berbasis Islam), kita perlu
ingat bagaimana dulu Penjajah Belanda sukses menggunakan politik Divide et Impera-nya.
Dan rasanya itu masih sering berlaku sampai saat ini untuk diterapkan
pihak lain kepada Islam. Politik adu-domba membuat elit-elit Islam sibuk
dengan hal-hal sepele di internal mereka. Bagaimana bisa membawa suara
Islam yang diamanahkan oleh rakyat kalau kita bertikai dengan kawan
sendiri? Bagaimana bisa berkoalisi antar parpol Islam kalau
parpol-parpol Islamnya penuh dengan masalah internal? Saya melihat
berbagai masalah itu sengaja ditanam oleh orang luar agar tidak bisa
bersatu.
Saya terkesan pernyataan Masyhuril Khamis, Ketua PB Al-Washliyah di media ini, bagaimana PPP bisa menuyebut “Rumah besar umat Islam”, tetapi di dalamnya orang-orangnya tidak menunjukkan sikap persatuan, tasamuh, musyawarah?
Perlu dicamkan dalam-dalam, dalam politik adu domba, srigala tidak
serta merta menyerang gerombolan domba-domba. Tapi srigala melakukan
penyusupan-penyusupan lebih dahulu, membuat kekacauan-kekacauan di
antara domba-domba itu melalui berbagai cara, mulai dari cara yang halal
sampai licik sekalipun. Oleh karena itu, waspadalah, jeli dan solidkan
barisan.
Sebab, bagi saya yang melihat dari jauh terasa ada yang aneh melihat
semua yang terjadi ini, begitu cepatnya peristiwa demi peristiwa itu
bergulir. Aneh karena sebelumnya partai ini cukup sejuk dan tidak ada
masalah beberapa tahun belakangan. Namun beberapa minggu terakhir
mendadak retak yang serius. Lalu partai Islam manalagi yang akan menjadi
target para srigala? Boleh jadi setelah ini sasarannya adalah koalisi
umat Islam.
Bagi saya, melihat kondisi politik saat ini, kok rasanya banyak
srigala yang berbulu domba. Bahkan, di belakang srigala-srigala yang
berbulu domba ini ada srigala-srigala induk yang lebih mengerikan lagi.
Induk srigala itu mengutus srigala-srigala yang dibalut dengan bulu-bulu
domba pencitraan sehingga terlihat lembut, ramah dan gagah sehingga
terkesan merekalah yang benar dan merekalah yang bisa
menyelamatkan.Padahal, ibarat bom waktu, induk srigala inilah yang kelak
akan merusak dan menghancurkan negeri ini.
Biasanya, induk srigala suka melempar batu sembunyi tangan. Siapa
yang menciptakan krisis di negeri ini? Siapa yang mencuri kekayaan
negeri ini? Siapa pula yang mengacak-acak akidah ummat dengan
sekularisme, liberalisme, pluralisme, Syiah, Ahmadiyah dan lain
sebagainya? Siapalagi kalau bukan induk srigala? Mereka tentu ingin
membagi-bagi kekuasaan di negeri ini.
Problem-problem kemudian dilemparkan kepada ummat Islam. Politik
adu-domba selalu menjadi pilihan mereka. Perang isu, strategi dan
politik culas berlangsung terang-terangan. Faktanya ini amat nyata dan
bisa kita lihat. Politik uang ditebar di masyarakat. Kalau mereka
curang, culas, licik, seakan tidak masalah dan halal. “Sebab kami tidak
berbasis agama,” ujar mereka. Tapi jika ada kekeliruan sedikit pada
partai Islam atau kader partai Islam, menjadi trending topik sejagat-raya.
Ingat, beberapa saat setelah pertemuan Cikini (17/04/2014), banyak yang sewot serta khawatir dengan koali kelompok Islam ini. “Itu hanya akal-akalan Amien Rais dalam konteks koalisi untuk meningkatkan posisi tawar bagi-bagi kursi menteri dalam pemerintahan mendatang,” respon politisi PDI Perjuangan, Fahmi Habcy, dikutip Rakyat Merdeka Online
(RMO), Jumat, (18/04/2014).Bila ada di antara umat Islam bertemu,
saling menebarkan kasih-sayang, banyak yang repot! Sebaliknya ketika
mereka sibuk mencari dukungan pada orang-orang asing, seribu dalih dan
kata-kata memikat bisa dijadikan alasan.
Mengapa kalau parpol-parpol Islam bersatu dan ketika elemen umat Islam bertemu banyak yang sewot?
Begitulah politik adu-domba berjalan sesuai sunnahnya. Dalam konteks
pertikaian elit PPP di atas, menurut hemat penulis, sasaran utamanya
bukan saja partai itu sendiri, bukan saja penggagalan koalaisi di antara
parpol Islam, tapi Islam itu sendiri.
Ini seolah pesan kepada publik, bahwa “Islam yes, partai Islam no”-nya
almarhum Nurcholis Madjid masih layak. Islam seakan-akan tak layak
dibawa ke arena publik, termasuk politik. Buktinya, beberapa saat pasca
konflik PPP, mulai muncul analis-analis politik (didukung media-media
besar) mulai sibuk buat pernyataan baru dengan mengatakan, “Partai Islam Tak Punya Bakat Memimpin!”
Berhati-hatilah, ini bisa jadi jebakan-jebakan manis bagi umat Islam.
Banyak doktor, profesor dari kampus-kampus luar negeri di tubuh partai
Islam, tentu mereka orang-orang baik dan calon-calon pemimpin masa
depan, insaAllah. PDI-P saja bisa memunculkan Joko Widodo (Jokowi) yang
dulunya hanya pengusaha mebel, bagaimana mungkin di partai Islam tak ada
yang bakat memimpin?
Jika anggapan penulis ini benar, ingatlah, agen-agen sekularisme
mulai berjalan dengan baik dan itu berarti sekularisasi sedang menuju
puncaknya di negeri ini. Jika sekularisme berhasil, maka kebebasan,
kemakmuran, kesejahteraan ummat akan terancam.
Penjauhan agama dari segala aspek kehidupan pun akan menyusul
berikutnya. Itulah yang terjadi berpuluh-puluh tahun di Turki setelah
Mustafa Kemal Attaturk berkuasa hingga kini. Dampaknya sangat terasa.
Orang Ateis menjamur di seantero Turki.
Oleh karena itu, bagi kami, persoalan utamanya ada pada elit-elit
partai Islam itu sendiri. Persatuan elit-elit Islam jauh lebih penting.
Segeralah selesaikan masalah internal masing-masing, jangan pertontonkan
kebodohan di hadapan publik karena itu hanya akan manjadi peluru para
srigala. Solidkan barisan Anda dan abaikan gangguan-gangguan para
srigala-srigala politik sambil siaga satu dari berbagai serangannya.
Karena masih banyak pekerjaan rumah kita ke depan yang jauh lebih berat.
Wallahua’lam.*
Ketua STIU Al-Mujtama’ Pamekasan, Kandidat doktor di SDU Turkiye.
Direktur ICSIST (Islamic Circle Studies for Indonesian Society in
Turkiye)
posted by @Dd
0 comments:
Post a Comment