Kisah tentang Jokowi sudah banyak kita published, sekarang kita share
sisi lain Prabowo Subianto yang tidak pernah terungkap (untold story).
Eng ing eeeng ... Sedikit orang yang tahu bahwa perkawinan Prabowo
Subianto dengan Titiek Soeharto di TMII pada tanggal 8 Mei 1983, adalah berkat
jasa Jenderal LB Moerdani (LBM). Prabowo, yang pada tahun 1982-1985 berpangkat
Mayor adalah staf khusus Menhankam/Pangab LB Moerdani. Moerdani sudah lama
mengamati Prabowo. Sejak lulus Akmil berpangkat Letda, Moerdani serius
mencermati dan menilai perilaku, karakter dan kinerja Prabowo. Kesimpulannya:
Luar Biasa.
Disamping memiliki kejeniusan (IQ 152), Prabowo sangat berani, patriotik,
dan sangat cinta tanah air. Dalam cerita-cerita Jawa, disebut sebagai Senopati
Wirang. Saat itu, Menhankam/Pangab LB Moerdani tahu persis bahwa Prabowo
sudah dijodohkan dengan putri seorang jenderal yang juga seorang dokter, namun
Moerdani diam-diam tidak setuju.
Pada tahun 1982-1985 itu, LB Moerdani adalah tokoh yang sangat dipercayai
oleh Presiden Soeharto. Saran-sarannya didengar dan sering diterima oleh Pak
Harto. Besarnya Kepercayaan Soeharto kepada Moerdani adalah karena dia selalu
menunjukkan loyalitasnya terhadap Soeharto. Jadi LBM adalah pengaman bagi
kekuasaan Soeharto dan Orba.
LB Moerdani kebetulan adalah penganut Katolik, agama yang sama dengan Ibu
Tien saat itu. Sedangkan Pak Harto adalah penganut Islam Abangan, lebih ke
Kejawen (Bhirawa). Moerdani melobi Ibu Tien agar setuju mengambil Mayor
Prabowo menjadi menantu, dan menjodohkannya dengan Titiek (Siti Hediati
Harijadi) Soeharto. Bu Tien akhirnya setuju dan Pak Harto pun menyetujuinya.
Mereka (Pak Harto dan Bu Tien) tidak tahu bahwa Prabowo sebenarnya sudah
bertunangan. Akhirnya tunangan dibatalkan, dan Prabowo menikahi Titiek.
Semula LB Moerdani berharap Prabowo akan menjadi mata dan telinganya di
Cendana. Menjadi tangan kanan Moerdani dalam menggapai cita-citanya. LB
Moerdani tidak menyangka Mayor Prabowo setelah jadi menantu Soeharto ternyata
malah mengkhianati Moerdani, karena Prabowo lebih berpihak kepada Pak Harto dan
keluarga Cendana.
Siti Hediati Harijadi (Titiek) dan Letjen Prabowo
Subianto.
Moerdani salah menganalisa dan menilai Prabowo sebagai penganut Islam Abangan, karena berayahkan sosialis sekuler, ibu dan saudara-saudaranya banyak yang Kristen atau non muslim. Moerdani merasa tidak berisiko ketika dia memaparkan rencananya selaku Menhankam/Pangab untuk menghancurkan Islam di Indonesia secara sistematis. Termasuk rencana Moerdani untuk merekayasa stigma negatip pada umat Islam Indonesia sebagai “ancaman” terhadap NKRI dan kekuasaan Soeharto.
Contohnya adalah ketika ABRI membantai ratusan umat Islam pada peristiwa Tanjung Priok. Moerdani melakukan pengkondisian agar Islam menjadi "musuh" Negara! Sehingga Islam sama dengan "musuh" Negara!
Moerdani memaparkan bagaimana caranya ABRI menciptakan “terorisme Islam”,
“pembangkangan Islam”, atau “Islamophobia” dan seterusnya. Lalu
menumpasnya secara keji. Moerdani menapaki karier di ABRI dengan cara menciptakan
Islam sebagai “musuh” Negara dan kemudian ditumpasnya. Penghargaan dan pujian
Soeharto didapatkannya karena prestasinya itu.
Ketika Prabowo tahu rencana besar dan rekayasa-rekayasa yang dilakukan
Moerdani dalam rangka membenturkan Islam dengan Pak Harto, dia lalu
membocorkannya. Prabowo melaporkan rencana keji Moerdani terhadap umat Islam
Indonesia kepada Soeharto, mertuanya. Pak Harto kaget, marah dan menyesalkan.
Sebelumnya, Pak Harto sudah lama mendengar adanya rekayasa petinggi ABRI
terhadap sejumlah peristiwa terkait “makar” kelompok Islam, tapi Pak Harto
abaikan. Ia nilai itu hanyalah ekses rivalitas di internal ABRI. Namun kali ini
informasi itu datang dari Prabowo, menantunya sendiri.
Prabowo menilai Moerdani punya agenda lebih besar dengan merekayasa
benturan antara umat Islam dengan Soeharto karena Moerdani ingin menjadi
Presiden. Cita-cita Moerdani menjadi Presiden setelah Pak Harto lengser sangat
besar, namun hanya bisa terwujud jika Islam dan Pak Harto bermusuhan.
Karena jika hubungan umat Islam dan Pak Harto baik dan normal, maka akan
sulit bagi Moerdani yang beragama Katolik menjadi wapres pada tahun 1988. Pak
Harto pasti lebih memperhatikan aspirasi umat Islam saat penetapan wapresnya
pada 1988. Oleh sebab itu hubungan Soeharto dengan Islam harus dirusak.
Selanjutnya, Moerdani berharap, setelah menjabat wapres pada 1988, kemungkinan
besar Pak Harto akan mundur pada 1993. Saat itulah otomatis Moerdani akan
menjadi RI-1.
Rencana keji Moerdani terhadap umat Islam Indonesia ini dinilai Prabowo sangat membahayakan posisi Pak Harto. Karena Islam adalah agama mayoritas di Republik Indonesia. Akan lebih kecil risikonya bagi Soeharto bila membina hubungan baik dengan umat Islam yang mayoritas daripada menjadikan Islam sebagai musuh negara.
Rencana keji Moerdani terhadap umat Islam Indonesia ini dinilai Prabowo sangat membahayakan posisi Pak Harto. Karena Islam adalah agama mayoritas di Republik Indonesia. Akan lebih kecil risikonya bagi Soeharto bila membina hubungan baik dengan umat Islam yang mayoritas daripada menjadikan Islam sebagai musuh negara.
Mbak Titiek dan Pak Harto (kiri), Jenderal LB Moerdani
(kanan).
Setelah mendapat laporan dari Prabowo mengenai rencana keji ABRI yang diotaki Menhankam/Pangab LB Moerdani, Soeharto tidak langsung bertindak. Dia mengamati secara diam-diam.
Pak Harto diam-diam mencegah rencana keji LB Moerdani dengan menempatkan
dan mempromosikan sejumlah perwira tinggi ABRI yang kuat keislamannya. Selain
mempromosikan perwira-perwira ABRI yang Islam, Pak Harto juga mempromosikan
perwira-perwira dari kesatuan lain yang tidak berhubungan dengan jaringan
Moerdani. Akibatnya Menhankam/Pangab Moerdani tidak lagi bisa bergerak bebas
karena dikelilingi oleh jenderal-jenderal Islam (TNI Hijau). Dia akhirnya
terjepit, tak bisa berkutik.
Puncak kekesalan Moerdani terjadi ketika Pak Harto mencopot LB Moerdani
dari jabatan Panglima ABRI pada tahun 1988 dan menunjuk Jenderal Try Soetrisno
menjadi penggantinya. Try Soetrisno tidak berasal dari Akmil tapi dari Atekad
(Akademi Teknik Angkatan Darat). Bukan pula perwira intelijen, sehingga tidak
ada sentuhan dari Moerdani sama sekali.
Moerdani yang marah dan kecewa terhadap Soeharto kemudian merencanakan balas
dendam besar-besaran dengan rencana untuk menjatuhkan Soeharto. Sebelum itu,
pada tahun 1984, Moerdani berhasil mengompori umat Islam agar marah kepada
Soeharto dengan cara mendorong Soeharto agar menerapkan kewajiban Azas Tunggal
kepada seluruh organisasi politik maupun ormas.
Seluruh ormas dan partai di Indonesia harus mencantumkan Pancasila sebagai
satu-satunya azas. Tidak boleh ada azas Islam atau azas-azas yang lain. Semua
harus berazas Pancasila. Tidak boleh ada yang lain!
Munculnya reaksi keras umat Islam terhadap penerapan Azas Tunggal Pancasila
memang diharapkan sekali oleh Moerdani. Bahkan Moerdani berupaya mengkondisikan
agar umat Islam mau berontak. Jaringan intelijen Moerdani disusupkan ke
ormas-ormas Islam dan ditugaskan untuk mengipas-ngipasi tokoh-tokoh Islam agar
memberontak terhadap Soeharto. Tujuannya agar Soeharto marah kepada umat Islam
dan Islam dinilai sebagai ancaman terhadap Negara dan Soeharto, dengan demikian
ABRI lalu diperintahkan untuk membantai “musuh” Negara tersebut.
Rencana Benny Moerdani itu kandas, bahkan gagal total, karena ormas-ormas Islam
juga didekati orang-orang Soeharto dan diberi pengertian perihal kondisi
sebenarnya. Moerdani kemudian tahu bahwa penyebab kegagalan rencana besarnya
men-stigmatisasi Islam sebagai “musuh” Negara dikarenakan laporan Prabowo.
Prabowo sempat “dibuang” oleh Moerdani dengan memutasikannya menjadi Kasdim
(Kepala Staf Kodim), namun beberapa waktu kemudian oleh Kasad Jenderal Rudini,
Prabowo akhirnya dipulihkan. Sejak itu, dalam otak Moerdani hanya ada 2 musuh
besar yang harus dihancurkan yakni Prabowo Subianto dan Soeharto.
Jenderal LB Moerdani (kiri). Kenangan saat wisuda Mbak
Titiek dan Mas Bowo (kanan).
Moerdani menyusun rencana strategis
Karena puluhan tahun menjadi “dewa” di kalangan ABRI dan di lingkungan intelijen, antek-antek Moerdani masih banyak tersebar. Dua orang yang menonjol adalah Luhut Panjaitan dan AM Hendropriyono. Meski LB Moerdani sudah tidak jadi Panglima ABRI dan Menhankam, namun dia masih bisa memerintahkan Hendro priyono untuk mem-back up PDI Megawati atau yang sekarang populer sebagai PDI Perjuangan alias PDI-P.
Saat itu Megawati adalah simbol perlawanan terhadap Presiden Soeharto,
khususnya melalui PDI. Kongres PDI terpecah menghasilkan PDI kembar. Keberadaan
PDI kembar, yang satu diketuai Soerjadi dan satu lagi dipimpin Megawati, bisa
terjadi karena ada dukungan jenderal-jenderal yang pro-Moerdani.
Keberhasilan Prabowo meyakinkan Pak Harto dan Ibu Tien terhadap bahaya besar
yang sedang direncanakan Moerdani, menyebabkan Pak Harto dapat menerima dan
mempercayai Prabowo sepenuhnya, termasuk saran Prabowo agar Pak Harto membina
hubungan lebih mesra lagi dengan umat Islam.
Penerapan Azas Tunggal Pancasila yang menimbulkan reaksi keras umat Islam, akhirnya tidak meletus menjadi bencana nasional karena perubahan sikap Pak Harto ini. Pak Harto mulai mendekati Islam. Akhirnya Ibu Tien pun memeluk agama Islam dan menjadi mualaf, disusul kemudian dengan Pak Harto sekeluarga menunaikan Ibadah Haji di Mekah. Pak Harto akhirnya berhasil membangun hubungan yang harmonis dengan umat Islam. Suatu hubungan baik yang belum pernah terjalin selama 24 tahun Soeharto berkuasa.
Tahun 1990 merupakan tahun kemerdekaan umat Islam Indonesia setelah “dijajah” dan “ditindas” selama 24 tahun oleh Orde Baru, Soeharto. Puncaknya, pada tanggal 7 Desember 1990, organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) didirikan di Universitas Brawijaya, Malang. Dan dari hasil Pemilu tahun 1993, menteri-menteri kabinet dan petinggi-petinggi ABRI mulai dijabat para tokoh dan perwira Muslim.
Namun Benny Moerdani dan kelompoknya masih terus mencari jalan bagaimana menghancurkan Soeharto dan Prabowo. Akhirnya ditemukan cara, yakni penculikan! Maka terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah warga pada tahun 1997 menjelang Pemilu dan kemudian diikuti dengan penculikan dan pembunuhan setelah Sidang Umum MPR 1998.
Tragedi reformasi Mei 1998, yang selalu dikenang
karena terjadinya penculikan dan pembunuhan beberapa aktivis dan mahasiswa.
Saat terjadi penculikan dan pembunuhan menjelang Pemilu 1997, sama sekali belum ada tuduhan kepada Kopassus sebagai terduga pelakunya. Namun ketika Tim Mawar melakukan penculikan aktivis pada tanggal 2-4 Februari 1998 dan 12-13 Maret 1998 terjadi kebocoran operasi.
Kebocoran informasi mengenai operasi Tim Mawar dalam rangka pengamanan Sidang Umum MPR terjadi karena ada 1 target, yakni Andi Arief, belum bisa diringkus. Andi Arief sempat kabur, dicari kemana-mana, akhirnya ditemukan di persembunyiannya di Lampung, Pulau Sumatera. Lalu dibawa ke Jakarta lewat jalur darat via Bakauheni.
Saat Tim Mawar menaiki kapal feri di Bakauheni, petugas polisi menghentikan Tim
Mawar yang membawa Andi Arief dalam keadaan mata tertutup kain. Meski Tim Mawar
kemudian diizinkan masuk feri setelah menunjukkan kartu pengenal Kopassus,
kejadian ini tetap dilaporkan polisi ke Den Pom Lampung.
Komandan Den Pom Lampung meneruskan info ini ke Dan Puspom TNI di Jakarta. Saat
itulah info bocor, lalu ditunggangilah kasus ini oleh oknum-oknum TNI binaan
Moerdani. Peristiwa penangkapan Andi Arief di Lampung yang kemudian dibawa ke
Jakarta pada tgl 28 Maret 1998 ini akhirnya ditunggangi dengan terjadinya kasus
penculikan lain.
Penculikan lain atau susulan terjadi pada tanggal 30 Maret 1998 dengan korban Petrus Bima Anugrah, yang dilakukan oleh tim lain yang bukan Tim Mawar. Sebelumnya tim lain juga sudah menunggangi penculikan Herman Hendrawan pada tanggal 12 Maret 1998. Para korban ini hilang atau mati dibunuh.
Korban penculikan dari tim lain semuanya mati dibunuh, mayoritas non-Muslim,
agar menimbulkan kesan bahwa penculikan dan pembunuhan itu dilakukan oleh
Kopassus pimpinan Prabowo, jenderal pembela umat Islam Indonesia.
Fitnah terhadap Prabowo dan Kopassus melalui penculikan dan pembunuhan warga
dan aktifis adalah untuk tujuan akhir melemahkan Soeharto. Kenapa? Karena untuk
menghancurkan Soeharto harus dihancurkan terlebih dahulu penopang utama
kekuasaan Soeharto yakni TNI. Dan kekuatan inti TNI berada di Kopassus sebagai
kesatuan elit yang paling dibanggakan oleh TNI.
Moerdani cs hancurkan Soeharto dengan cara hancurkan TNI
Pemilihan target korban yang umumnya non-Muslim atau Katolik dimaksudkan untuk “menghilangkan jejak pelaku” sekaligus memancing perhatian Dunia. Seolah-olah di Indonesia sedang berkuasa rezim Soeharto yang anti Katolik dan anti Kristen. Media-media yang dimiliki umat Katolik dan Kristen pun bersuara sangat keras.
Akibatnya, Prabowo, Kopassus, TNI, dan Soeharto babak belur dihajar dan
difitnah oleh Moerdani cs melalui penunggangan operasi Tim Mawar ini. Namun Pak
Harto masih tetap bertahan. Sampai akhirnya terjadi peristiwa kerusuhan Mei 1998,
yang diawali dengan penembakan terhadap Mahasiswa Trisakti. Peristiwa Trisakti
ini, jelas ditunggangi oleh kelompok Benny Moerdani dengan memfitnah Polres
Jakarta Barat, Brimob dan Kopassus sebagai pelakunya.
Sementara itu, krisis Moneter yang sedang terjadi saat itu, diperburuk dengan
perampokan fasilitas dana BLBI oleh para bankir China melalui rekayasa kredit
dan tagihan pihak ketiga yang macet dll. Sampai hari ini, Negara kita masih
terbebani utang BLBI sebesar lebih dari Rp 600 triliun, dan baru akan lunas
dibayar melalui APBN hingga tahun 2032 yang akan datang.
Krisis moneter, rekayasa opini, fitnah, dan kerusuhan Mei 1998 menjadi penyebab utama kejatuhan Soeharto pada tanggal 20 Mei 1998. Pada saat terjadinya kerusuhan Mei 1998, kembali TNI, Kopassus dan Prabowo dijadikan kambing hitam oleh kelompok Moerdani cs yang berkolaborasi dengan konspirasi global (KG).
Situasi kacau dan tak terkendali tersebut dimanfaatkan para perusuh yang patut
diduga merupakan kesatuan dari loyalis Moerdani cs untuk membakar kota dan
mengeruhkan situasi. Kehadiran sekelompok orang tidak dikenal yang membuat
rusuh dan terkordinir inilah yang dibaca Prabowo sebagai faktor dominan yang
membahayakan negara.
Paska kerusuhan, dikembangkan opini sampai ke seluruh dunia, seolah-olah
telah terjadi pemerkosaan terhadap wanita-wanita China. Tuduhan itu tidak
terbukti sama sekali. Secara teori pun mustahil ada orang yang sempat dan masih
berhasrat melakukan pemerkosaan di tengah-tengah kerusuhan. Bahkan katanya
dalam melampiaskan nafsu bejat itu mereka sambil meneriakkan takbir. Sungguh
fitnah keji yang tak masuk akal!
Tuduhan itu memang ditargetkan untuk mengebiri TNI, menjatuhkan Soeharto dan
menghancurkan Prabowo. Fitnah itu sukses besar. Soeharto pun termakan fitnah
tersebut. Laporan beberapa jenderal yang langsung kepada Pak Harto menghasilkan
pengusiran Prabowo oleh keluarga Cendana karena dianggap sebagai pengkhianat.
Prabowo tidak diberi kesempatan menjelaskan fakta sebenarnya kepada Soeharto.
Operasi intelijen, penyesatan fakta dan informasi Moerdani cs, terbukti sukses.
Operasi itu sangat rapi, cermat dan dibantu oleh media-media kolaborator
Moerdani seperti harian Kompas Grup dll. Prabowo dicap pengkhianat Soeharto.
Peran KG (konspirasi global) sangat dominan. Sejak Pak Harto dan Ibu Tien
menjadi mualaf dan mesra dengan umat Islam, Soeharto tidak lagi jadi “hadiah
terbesar” bagi Amerika Serikat. Kebangkitan Islam Indonesia di era 1990-an
dinilai menjadi ancaman serius oleh AS, Barat seumumnya, Australia dan juga Singapura.
Sejalan dengan teori pasca perang dingin, tulisan Samuel P. Huntington dalam
“The Clash of Civilization” (benturan peradaban) terus-menerus dikembangkan
oleh negara-negara Barat terutama AS. Melalui opini di segala lini, Islam
dikembangkan sebagai musuh baru bagi dunia Barat pasca kejatuhan Komunis Uni
Soviet dan Eropa Timur. Islam di negeri ini juga dinilai sebagai bagian dari
ancaman internasional itu.
Upaya penjatuhan Soeharto yang sedang mendorong kebangkitan kembali Islam di
Indonesia setelah 24 tahun “dijajah” bangsa sendiri, telah dijadikan agenda
utama oleh KG. Penjatuhan Soeharto itu sekaligus digunakan pula untuk sarana
melakukan imperialisme baru atas Indonesia melalui LOI antara IMF dan RI yang
telah terbukti menghancurkan kedaulatan NKRI.
Plus dengan menerapkan demokrasi liberal yang sejatinya tidak sesuai dengan
demokrasi Pancasila, menyebabkan para kapitalis dengan amat mudah menjadi
penguasa-penguasa baru Indonesia. Dan senjatanya hanya satu, yakni money (uang).
Inilah cikal-bakal meruyaknya money politics di negeri ini.
Era 1998-2004, Indonesia mengalami gonjang-ganjing tanpa henti. Gangguan
keamanan dan kerusuhan terjadi dimana-mana. Ekonomi morat-marit dan pers
menjadi sangat liberal tak terkendali. Dan akhirnya, Pers menjadi penguasa baru
yang dominan. Pers, baik media cetak maupun elektronik, membentuk opini,
mengarahkan persepsi rakyat sesuka hati dan sesuai agenda kapitalis liberal.
Selera hedonis menurut masing-masing individu menjadi sangat marak. Bahkan
negeri ini menjadi negeri yang paling liberal di atas panggung dunia.
Pers telah menjelma menjadi The First State. Opini pers mampu
mengendalikan kebijakan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Trial by the
press menjadi tontonan sehari-hari. Suara pers menjadi suara kebenaran,
seolah-olah menjadi wakil suara Tuhan di negara demokrasi.
Pencopotan Prabowo selaku Pangkostrad juga disebabkan penyesatan informasi dan
opini. Bermula dari laporan ke Panglima TNI tentang adanya pasukan liar.
Pangkostrad Prabowo mengantisipasi gerakan pasukan liar tersebut dengan
mengerahkan pasukan Kostrad dalam rangka pengamanan. Tapi gerakan Prabowo ini
malah jadi sasaran tembak kesalahan. Lagi-lagi Prabowo dijadikan kambing hitam.
Apalagi ketika hasil penyisiran gedung-gedung di sekitar Istana (Ring 1),
ternyata ditemukan sejumlah besar senjata dan amunisi, termasuk di Gedung
Humpus (Gambir), milik Tommy Soeharto. Kontan Prabowo dituduh sebagai penimbun
senjata dan amunisi dalam jumlah besar yang ditemukan di lantai 3 Gedung
Humpus, milik adik iparnya tersebut. Sekali lagi, Prabowo telah dengan empuk
difitnah.
Usaha Prabowo menjelaskan bahwa dirinya mustahil melakukan kudeta atau menggulingkan kekuasaan tidak diterima Presiden Habibie. Opini yang begitu kuat menyudutkan Prabowo adalah hasil misinformation (penyesatan) dan deception (pengelabuan) oleh kelompok Moerdani cs.
Begitu kuatnya rekayasa opini dan fitnah yang dilancarkan kepada Prabowo, sehingga Habibie, petinggi-petinggi TNI dan publik lupa pada satu hal. Mereka lupa satu hal yang sudah menjadi sifat dan karakter dasar Prabowo yang sudah sejak muda belia menjadi ciri khas atau trade mark-nya, yakni bahwa Prabowo Subianto memiliki patriotisme yang luar biasa!
Kenangan manis ketika Mbak Titiek dan Mas Bowo masih
utuh rumah tangganya.
Dalam suatu kesempatan, kami pernah ditegur keras oleh Mayjen Haryadi Darmawan, mantan Ketua ILUNI (Ikatan Alumni UI). “Saya jamin dengan jiwa raga saya tentang patriotisme Prabowo !!! Orang seperti Prabowo tidak akan mungkin melakukan tindakan sekecil apapun yang dapat membahayakan negara!” Itu pesan Haryadi pada kami.
Jadi kesimpulan kami, tokoh seperti Prabowo-lah yang dibutuhkan bangsa ini. Tokoh yang sepanjang hidupnya hanya memikirkan nasib bangsa dan negaranya. Untuk itu ia telah mengorbankan pangkat dan jabatannya, harga dirinya, dan bahkan telah mengorbankan rumah tangganya.
Tokoh seperti Prabowo-lah yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini. Tokoh yang akan jadikan Indonesia kembali menjadi “Macan Asia”. Bukan sekedar kuli dan jongos dari bangsa asing!
MERDEKA !!!
posted by @Dd
! Nga penting !
ReplyDeleteSemoga bnyk yg baca...*bagi yg berpikir dan merasa penting*...good article... ��
ReplyDeletepolitikkk...
ReplyDeleteSejak awal, artikel ini pro-Prabowo dan amat berwarna hijau. Narasi berjalan terus tanpa bukti dan acuan data. Ini campuran antara fiksi non-fiksi. Jadi dibaca saja, dipercaya ... nanti ah, aku ke belakang dulu bah.
ReplyDeleteKami tetap dan akan selalu dukung prabowo menjadi presiden RI, walaupun kami tidak bisa membantu tp kami akan menunjukan dukungan kami untuk prabowo soebianto, maju terus indonesia raya, jadilah macan asia thn 2019 nanti..Merdeka!!!
ReplyDelete