‘Innamal mukminuna ikhwah’ kumpulan kisah
dari ayat cinta ke sepuluh surat Al Hujurat. Sesungguhnya orang- orang mukmin
itu bersaudara. Betapa indah kalam-Nya telah dengan benderang menyatakan bahwa
Ia sengaja pula mencipta manusia dari berbagai suku, ras, dan berbagai
perbedaan agar kita saling mengenal. Kita sangat perlu saling mengenal karena
kita bersaudara jika masih ingin disemat kata ‘mukmin’ pada nama kita.
Imam syahid Hasan Al Banna mendefinisikan
ukhuwah islamiyah sebagai keterikatan hati dan jiwa oleh aqidah. Oleh sebab itu
pula beliau rahimahullah memasukkan
ukhuwah sebagai salah satu rukun bai’at. Ukhuwah Islamiyah lekat
persaudaraannya bahkan melampaui hubungan persaudaraan yang dilandasi nasab,
suku, nasionalisme dan berbagai hal lain yang menyebabkan adanya keterikatan
persaudaraan. Karena ukhuwah Islamiyyah tidak mengenal perbedaan suku, ras,
status ekonomi, kebangsaan dan sebagainya. Siapapun yang muslim, di belahan bumi
mana pun ia berada, maka ia saudara kita.
Dalam hadits ke tiga belas Arba’in,
dari Abu Hamzah, Anas bin Malik ra, pelayan Rasulullah saw berkata, Rasulullah
saw bersabda,
‘Seorang
di antara kalian tidak beriman jika belum bisa mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri.’ H.R.Bukhari dan Muslim
Dalam hadits ini disebutkan bahwa
keimanan tidak dianggap kokoh dan mengakar dalam hati seorang muslim, kecuali
mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintainya untuk dirinya
sendiri dan membenci keburukan untuk saudaranya sebagaimana ia membenci untuk
dirinya sendiri. Sebagaimana telah diriwayatkan Imam Ahmad. Maka untuk
membuktikan cintanya hendaklah sesama saudara saling jujur, bersegera memberi
nasihat manakala saudaranya lalai dan segera memaafkan dan memenuhi hak ukhuwah
lainnya.
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah
saw bersabda,
‘Jangan
saling menghasud, saling menipu, saling membenci, saling membelakangi dan
jangan membeli barang yang telah dibeli orang lain. Jadilah hamba- hamba Allah
yang bersaudara. Muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Karena itu tidak
menzhaliminya, tidak menelantarkannya, tidak membohonginya dan tidak
melecehkannya. Taqwa itu di sini,sambil menunjuk dadanya tiga kali,. Cukuplah
seseorang dikategorikan jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim. Darah,
harta, dan kehormatan setiap muslim adalah suci terpelihara.’ H.R.Muslim
Dari berbagai penjelasan di atas,
teranglah sudah bahwa kita harus menyatukan hati- hati kita sesama saudara
seaqidah. Berusaha untuk saling mengenal dan memahami sehingga timbul
keterikatan hati. Berjabat tangan dan memberi kado adalah salah satu upaya
perlekatan hati. Rasulullah saw bersabda, berilah hadiah karena hadiah dapat
menghilangkan penyakit hati.
Namun kadangkala ada masa ukhuwah itu
harus pula berjeda. Seumpama tulisan yang harus berjeda dengan pembubuhan koma
sebelum lanjutan keterangan lainnya. Begitu pula kadang dalam ukhuwah. Manusia
yang tercipta dengan beraneka ragam polah, butuh beberapa jeda untuk menyatukan
dan mempererat ikatan antar saudara. Seperti sirah para sahabat. Siapa yang tak
kenal eratnya persaudaraan antara Zubair bin Awwam dan Ali bin Abi Thalib ra. Mereka
dipersaudarakan Allah bukan hanya dengan nasab, tetapi juga karena pertalian
aqidah. Mereka bersama- sama termasuk orang- orang awal yang memeluk Islam,
yang berjuang tegakkan kalimahNya, mengikuti segala pertempuran bersama Kekasih
Allah saw. Namun ada masa Perang Jamal yang membuat jeda ukhuwah antara mereka.
Zubair bin Awwam bersama Thalhah bin Ubaidillah dan ‘Aisyah ra membuat aksi
penggalangan massa untuk menuntut penyegeraan hukum Qishash pada pembunuh
khalifah sebelumnya, Utsman bin ‘Affan ra. Sedangkan kala itu Ali ra juga
disibukkan dengan berbagai pemberontakan yang terjadi. Sehingga Ali ra
berijtihad memilih untuk mengatasi pemberontakan terlebih dahulu sembari tetap
melakukan pengusutan pelaku pembunuhan Utsman bin Affan ra. Sayangnya orang-
orang di pihak Ibunda Aisyah ra tidak mengetahui rencana Ali sehingga mereka
merasa Ali belum berbuat apa- apa untuk mencari pembunuh Utsman.
Khalifah Ali menangis sedih melihat
Ummul Mu’minin Aisyah berada dalam sekedup untanya memimpin pasukan
pemberontak. Ketika melihat Thalhah dan Zubair, pembela- pembela Rasulullah,
Ali memanggil keduanya dan keduanya memenuhi panggilan Ali.
Ali berkata kepada Thalhah, ‘Wahai
Thalhah, pantaskah engkau membawa istri Rasulullah untuk berperang, sedangkan
istrimu sendiri kau tinggalkan di rumah?’
Lalu ia berkata kepada Zubair, ‘Wahai
Zubair, dengan nama Allah, tidakkah engkau ingat, ketika kita berada di suatu
tempat, lalu Rasulullah saw lewat dan berkata padamu, ‘Wahai Zubair,apakah kamu
mencintai Ali?’ kamu lalu menjawab, ‘Mengapa aku tidak mencintai anak bibiku dan
anak pamanku, bahkan seagama denganku? Nabi saw kemudian bersabda, ‘Wahai
Zubair, demi Allah, suatu saat kamu pasti akan memeranginya dan menzhaliminya.’
Zubair
menjawab, ‘Demi Allah, aku telah lupa peristiwa tersebut semenjak aku
mendengarnya dari Rasulullah. Akan tetapi, sekarang aku baru teringat lagi.
Demi Allah, aku tidak akan memerangimu untuk selama- lamanya.’
Thalhah
dan Zubair segera menarik diri dari perang saudara ini. Apalagi ketika melihat
‘Ammar bin Yasir ra berada di pihak Ali. Keduanya teringat sabda Rasulullah saw
kepada Ammar,’Kamu akan dibunuh kelompok pemberontak’. Maka jika Ammar terbunuh
dalam pertempuran ini dan keduanya berada di pihak yang melawan Ali, berarti
keduanya termasuk pemberontak.
Namun
syahid telah menjadi impian Thalhah dan Zubair dan Allah pun mengabulkannya di
Perang Jamal. Kelompok pemberontak yang sebenarnya, yang menginginkan perang
terus berlangsung, mengirim orang untuk membunuh mereka.
Mendengar
kabar syahidnya kedua sahabat Rasulullah, Ali menshalati dan mengikuti
pemakaman keduanya. Seusai pemakaman Thalhah dan Zubair, ia berdiri melepas
keduanya dengan kata- kata indah,
‘Sesungguhnya
aku benar- benar berharap masuk bersama Thalhah, Zubair dan Utsman, dalam
golongan yang difirmankan Allah, ‘Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang
berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-
hadapan di atas dipan- dipan. (Q.S Al Hijr;47_
Ali
telah mengakhiri jeda ukhuwah di antara mereka dengan sangat indah. Tidak perlu
dipertentangkan siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini. Itu hanya
pekerjaan orang- orang yang ingin memecah belah Islam. Mereka semua hanya sama-
sama menjalankan ijtihad. Ali dengan ijtihadnya memilih terlebih dahulu atasi
pemberontakan baru mencari pembunuh Utsman. Karena jika ia hanya fokus mencari
pembunuh Utsman, maka khilafah akan terpecah belah. Apalagi Ali telah mencium
gelagat bahwa pembunuh Utsman adalah pelaku pemberontakan juga. Tetapi ‘Aisyah,
Thalhah dan Zubair tidak juga salah. Mereka hanya ingin bertabayyun kepada
khalifah, mengapa pembunuhan Utsman kasusnya belum dituntaskan juga?
Mereka
tidak pernah bermusuhan atau saling benci seperti yang dikabarkan orang- orang
yang inginkan perpecahan dalam Islam. Mereka melakukan semua hanya demi
tegaknya Islam di muka bumi. Ada jeda di antara mereka adalah wajar. Setiap
manusia, termasuk sahabat Rasulullah saw, memiliki pola pikir dan sikap yang
berbeda- beda. Kadangkala ada pertentangan di antara kita.
Seperti
beberapa dekade belakangan ini dan diperuncing dengan berbagai masalah
baru-baru ini. Bukan hal yang baru kita lihat sesama muslim saling menjatuhkan,
memfitnah demi kepentingan pribadi, kelompok atau penguasa. Tapi bisa juga kita
amati bahwa orang yang biasa menentang suatu saat datang membela dan menyayang.
Sungguh hanya Allah-lah pembolak-balik hati. Maka tidak perlu kita merasa
terlalu sakit hati atas serangan, cacian bahkan fitnah yang dilontarkan
berbagai pihak atas kerja-kerja dakwah kita. Jikalah Zubair dan Ali ra sesama
aktivis dakwah saja pernah berbeda, apatah lagi kita? Apatah lagi kita dengan
orang-orang yang buta dengan dakwah?
Biarlah
berbagai peristiwa ini ibarat koma yang membuat orang-orang yang selama ini
jauh mau datang mendekat untuk menilai seperti apa kita sebenarnya. Mereka
begitu karena mereka tidak tahu, mereka menganggap kita berbeda. Dan semua
perbedaan itu lumrah asalkan pokok
pemikiran kita masih sama, menginginkan kejayaan Islam tegak di seluruh persada,sama-sama
menginginkan keadilan ditegakkan
selama-lamanya. Lakukan tabayyun jika ada hal yang mengganjal antar saudara
termasuk dengan teman-teman yang ‘suka menyerang’ kita. Lalu jangan henti
berdoa agar hati- hati kita dipertautkan dan dipererat Allah swt.
‘Dialah yang memperkuatmu dengan
pertolonganNya dan dengan orang- orang mukmin, Dia pulalah yang mempersatukan
hati mereka, orang- orang yang beriman. Walaupun kamu membelanjakan kekayaan
yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan
tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.’ Q.S.Al Anfal 62-63
posted by @Dd
0 Post a Comment:
Post a Comment