Konsep Reformasi Dalam Perspektif Ikhwanul Muslimin

Manhaj Ishlâh wa Al Taghyîr ‘Inda Jamâ’atil Ikhwân Al Muslimîn Dirâsatan fi Rasâil al Imâm al Syahîd

(Konsep Reformasi Dalam Perspektif Ikhwanul Muslimin Studi Pembelajaran Terhadap Risalah Pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna)

Kata Pengantar: Ir. Muhammad Khairat Syatir

Konsep dakwah yang dibawa oleh Imam Syahid Hasan Al Banna adalah konsep dakwah yang konfrehensif dan universal, yang mencakup seluruh sisi pemahaman Islam dan mampu menjawab realitas kehidupan nyata. Ia seperti semburat fajar pagi yang menyingkap tabir pekat yang menutupi kehidupan umat Islam, ia benar-benar adalah Pembaharu Islam abad 20.

Imam Syahid mampu memadukan pemahaman terhadap nilai-nilai Al Quran dan petunjuk Rasulullah Saw. secara benar dan menyeluruh dengan pembacaan dan perenungannya yang mendalam terhadap fakta-fakta sejarah dan sunah Allah dalam menempatkan sebuah kekuasaan atau eksistensi di muka bumi, termasuk kemampuannya untuk melihat secara jeli dan saksama realitas kehidupan umat Islam, mendeteksi penyakit umat dan mengetahui sarana penyembuhannya serta skala prioritasnya.

Sebelum kedatangan Imam Syahid, sebenarnya telah banyak dilakukan upaya-upaya perbaikan dan reformasi di tubuh umat, namun upaya-upaya tersebut cenderung temporal dan berusia pendek. Beberapa diantaranya belum membawa konsep pemahaman Islam yang benar menyeluruh, atau pemahaman yang mendalam terhadap realitas kehidupan, atau tidak menjaga sunnah (ketentuan) Allah dalam proses penetapan eksistensi, atau karena terjadinya penyimpangan seiring pergantian zaman, atau karena perpindahan ke generasi berikutnya dan ia tak mampu memikulnya, atau karena reaksi-reaksi yang terbatas atau teori serta simbol-simbol hampa tanpa adanya bangunan dakwah kuat dan gerakan yang terus menerus.

Metode ilmu yang dibawa Imam Syahid sangat khas, metode tersebut mampu mengubah teori dan mimpi-mimpi menjadi kenyataan yang riil, hal ini kemudian ditopang dengan kemampuannya dalam mengorganisir dan mengatur secara baik, yang membuatnya mampu –dengan izin Allah- memimpin dan mendirikan sebuah jamaah yang membawa panji-panji Islam, dengan asas yang kuat yang tak mudah hilang dan dihancurkan.

Bangunan yang kuat dan berkesinambungan ini menunjukkan sebagian dari mahakarya Imam Syahid Hasan Al Banna. Suatu hari ia pernah ditanyakan suatu hal, “Mengapa anda tidak menulis ilmu yang luar biasa ini dan melahirkan buku-buku? Ia menjawab, “Sesungguhnya aku membina dan menciptakan para pejuang yang membawa kebenaran.”

Imam Syahid Hasan Al Banna adalah orang pertama yang menyadari kondisi realitas kehidupan umat, ia mengatahui kadar kerusakan yang didera masyarakat, serta kadar keterbelakangan yang dideritanya. Kerusakan umat tidak hanya terbatas pada runtuhnya kekhalifahan dan sirnanya persatuan umat, permasalahannya tidak hanya terbatas pada penjajahan militer tentara asing terhadap negeri-negeri muslim, atau terbatas pada kemunduran tekhnologi di segala bidang. Untuk pertama kalinya kondisi keterbelakangan umat telah sampai pada titik nadir yang sangat membahayakan. Umat dan pondasi penopangnya telah berada jauh di luar kawasan keberadaan dan eksistensinya. Permasalahannya telah sampai pada titik-titik penting dan pondasi dasar berdirinya sebuah masyarakat dan negara.

Problematika di tubuh umat tidak akan bisa dihilangkan dengan perbaikan yang parsial, atau pembenahan pada beberapa sisinya saja, atau hanya dengan melakukan reformasi di sebagian bidang-bidangnya dan dengan menggunakan suntikan-suntikan penenang; problema umat jauh lebih dalam dari semua ini. Kondisi umat telah sampai kepada lubang pertama dalam proses pembinaan dan pembelaannya, negara Islam telah sirna sama sekali, kekuasaannya yang hakiki telah hilang untuk pertama kalinya sejak pendirian negara Islam di Madinah. Oleh karena itu proyek kebangkitan dan rekonstruksi harus dimulai sesuai dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Bermula dengan pembinaan pribadi muslim secara personal, lalu pembinaan keluarga, pembinaan komunitas muslim hingga pembinaan sebuah masyarakat, sampai akhirnya tiba pada fase penetapan eksistensi dan pendirian sebuah negara dan terus berlanjut hingga memimpin dunia seisinya.

Pengetahuan Imam Syahid terhadap kondisi realitas umat yang begitu mendalam, jelas dan terperinci, membuatnya mampu –dengan izin Allah- menciptakan sebuah konsep praktis dengan beberapa fase dan dengan tujuan dan target yang saling berkaitan, serta mengacu kepada langkah-langkah yang ditempuh Rasulullah Saw. ketika memulai dakwah Islam yang pertama dan pondasi negara yang menjadi model dan panutan.

Imam Syahid memiliki kecakapan politik dan elastisitas yang luar biasa dalam menghadapi krisis dan rencana-rencana jahat, oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi para penyeru kebatilan selain membunuh dan melenyapkannya. Mereka lupa bahwa dakwah yang dipimpinnya akan terus berlanjut, dan sesungguhnya itu adalah dakwah Allah yang akan terus maju dan mendapat kemenangan dengan izin Allah.

Ia (Imam Syahid) –semoga Allah meridhainya-, sangat memelihara salafiyah dakwah, dengan mengikuti sunnah dan tidak membuat bid’ah, dengan pemahaman yang benar mendalam terhadap Islam dan sunnah Rasulullah Saw. Ia berkal-kali mengulang dan menegaskan hal ini di dalam risalahnya, ia menulis dalam risalahnya ‘Ila Ayyi Syai-in Nad’u an Nâs’ dengan mengatakan, “Wahai kaum, sesungguhnya kami berdakwah kepada kalian dengan Al Quran di tangan kanan dan Sunnah di tangan kiri, dan perbuatan para Salaful Ummah dari umat ini merupakan sumber kekuatan kami, kami mengajak kalian kepada Islam, nilai-nilai Islam, hukum dan petunjuk Islam.”

Dan diantara perkara yang sangat dijaga oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam membangun jama’ah dan membentuk profil seorang al akh muslim adalah implementasi rukun Tajarrud (menyucikan diri) dan tidak bergantung kepada figuritas dan lembaga, namun seharusnya ikatan seorang al akh yang hakiki dan loyalitas tertingginya hanya kepada Allah -azza wajalla-.

Ketika Imam Syahid menghadiri sebuah acara besar, salah seorang peserta yang hadir berdiri menyambutnya dan mengelukan-elukan beliau –hal ini sebagaimana dilakukan kepada setiap pembesar dan pemimpin politik – namun Hasan Al Banna menolak perlakukan tersebut dan tidak mendiamkannya, ia berkata, “Sesungguhnya hari dimana diserukan nama Hasan Al Banna tidak akan pernah terjadi, seharusnya seruan kita adalah, “Allah ghayatuna (Allah tujuan kami), Al Rasul Dza’imuna (Rasulullah pemimpin kami), Al Quran Dusturuna (Al Quran pedoman kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan juang kami), Al Maut fi Sabilillah asma amanina (Mati di jalan Allah adalah Cita-cita kami tertinggi), Allah Maha Besar dan pujian kesempurnaan hanya milik Allah.

Ia juga menegaskan di dalam risalah ta’lim, “Setiap orang diambil dan ditolak perkataannya, kecuali al Ma’shum Rasulllah Saw., dan setiap yang datang dari salaful Ummah –semoga Allah meridhai mereka-, yang sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah, maka kami akan menerimanya.”

Sesungguhnya sosok Imam Syahid merupakan contoh dalam hal ini. Sebagian Ikhwan mendebat dan memberikan tanggapan terhadap ide dan pemikiran-pemikirannya, sebagian yang lain berbeda atau bahkan menegurnya.

Ia juga berkata, “Sesungguhnya keikhlasan adalah dasar sebuah keberhasilan dan sesungguhnya ditangan Allah-lah semua urusan. Sesungguhnya para pendahulu kalian yang mulia tidak mencapai kemenangan kecuali dengan kekuatan iman mereka, kesucian jiwa dan kebersihan diri, serta keikhlasan hati dan amal mereka dari ikatan apapun atau pikiran. Mereka menjadikan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai keikhlasan tersebut, sehingga jiwa mereka menyatu dengan akidah, dan akidah mereka menyatu dengan jiwa-jiwa mereka. Merekalah sesungguhnya gagasan itu, dan gagasan itulah mereka. Jika kalian demikian maka pikirkanlah, sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada kalian kecerdasan dan kebenaran, maka amalkanlah dan sesungguhnya Allah membantu kalian dengan kekuatan dan keberhasilan, namun jika diantara kalian ada yang mengidap penyakit hati, yang tujuan hidupnya berpenyakit, yang kehilangan harapan dan keinginan, yang memiliki luka masa lalu, maka keluarkanlah dia dari barisan kalian, karena sesungguhnya ia adalah penghalang turunnya rahmat, yang terkurung tanpa ada taufik (petunjuk).”

Sesungguhnya Ikhwan –sebagaimana yang dibina oleh Hasan Al Banna dengan nilai-nilai Islam-, tidak mengkultuskan figur seseorang dan tidak menyembah mereka. Mereka mengetahui benar kadar para tokoh dan menempatkan mereka pada tempatnya secara wajar, dan selalu menjaga adab-adab Islam dan petunjuk Rasulullah Saw. dalam melakukan interaksi dengan para pemimpin dan imam mereka.

Imam Syahid Hasan Al Banna –semoga Allah meridhai mereka-, meyakini kebenaran jalan yang dilaluinya dan kebenaran manhaj, serta dengan pertolongan Allah –azza wajalla- terhadap dakwahya. Ia melanglang buana menyerukan agama Allah, menyadarkan jutaan manusia dari kelalaian, dan ia diikuti oleh banyak lapisan masyarakat.

Ia pernah bertemu dengan seseorang yang bertanya kepadanya, “Apakah engkau akan melihat buah kemenangan dari usaha yang engkau lakukan? Imam Syahid menjawab dengan tenang dan penuh keyakinan, “Kemenangan itu tidak akan terlihat di generasiku dan digenerasimu, tapi akan tampak di generasi yang akan datang.”

Imam Syahid memberikan perincian yang jelas tentang tugas dan peran seorang muslim serta persiapan yang harus dimiliki, ia mengatakan, (“Tugas kita adalah memimpin dunia dan memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya kepada aturan Islam yang benar dan ajaran-ajarannya yang tiada ajaran lain yang dapat membahagiakan manusia selain ajaran-ajarannya.”

Dakwah kita adalah, keimanan yang mendalam, kuat dan yang paling abadi ..

• Kepada Allah, pertolongan dan kemenangan dari-Nya

• Kepada pemimpin Rasulullah Saw., kejujuran dan amanahnya

• Kepada manhaj, keistimewaan dan kelayakannya

• Kepada persaudaraan, kewajiban dan kesuciaannya

• Kepada balasan, kebesaran, dan kemuliaannya

• Kepada diri mereka sendiri .. mereka adalah sebuah jamaah yang diberikan kekuatan untuk menyelamatkan dunia seisinya.”)

Imam Syahid sangat memperhatikan pemuda, dan berhasil menjadikan mereka sebagai darah segar yang mengalir di tubuh umat Islam, yang mampu membangkitkan dan menggerakkannya.

Di akhir kehidupannya, sekitar dua minggu sebelum kesyahidannya, -kondisi pada saat itu sangat genting-, salah seorang berkata, “Wahai Ustadz, banyak berita yang tersebar tentang engkau, dan tentang apa yang terjadi terhadap engkau. Imam Syahid berkata, “Apa yang akan terjadi? Apakah pembunuhan? Sesungguhnya kami mengetahui bahwa hal itu adalah kesyahidan, dan itu adalah cita-cita kami. Seseorang bertanya lagi, “Bagaimana dengan dakwah? Imam menjawab, “Aku telah menyelesaikan tugasku dan aku telah meninggalkan para rijal (pejuang) dan aku melihat mereka dengan mataku bahwa mereka benar-benar rijal, maka aku akan mati dengan penuh ketenangan, dan yang aku inginkan adalah mati sebagai syahid.” Cita-cita itu benar-benar terwujud, ia mendapatkan syahadah.

Setiap orang yang mempelajari pemikiran Imam Hasan Al Banna, maka ia akan mendapatkan bahwa pikiran-pikiran sosok ini mempunyai karakter khas yang sangat cocok dengan realita kehidupan dan mengacu kepada dasar-dasar agama, yang jauh dari sikap berlebih-lebihan (ekstrimisme) maupun sifat meremehkan. Pemikiran-pemikirannya mampu survive dan berkomunikasi dengan alam pikiran manusia dan tidak dibenci oleh jiwa, pemikiran-pemikiran yang diterima secara baik yang tidak mengenal kekerasan dan terorisme. Dasarnya berpijak kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw. serta amalan para ulama terdahulu yang shalih.

Imam Al Banna adalah seorang pembaharu urusan agama ini pada masa dan generasinya, ia dan para pembaharu lainnya. Ia menyerukan manusia untuk beriman kepada Allah dan kembali kepada ajaran Rasulullah Saw. Ia menempuh jalan yang pernah dijalani para ulama-ulama terdahulu. Ia menyerukan dakwahnya dan mengembalikan konsep berpikir Islami yang benar yang berasaskan kepada:

Pertama, Membebaskan akidah dari tipuan-tipuan kejumudan dan yang terkandung di dalamnya berupa khayalan dan syubhat, sebagai perbaikan penggambaran yang benar seorang muslim terhadap keberadaan alam semesta, manusia dan kehidupan, untuk mewujudkan keseimbangan dan keadilan, agar akidah (keyakinan) dapat memberikan pengaruh dalam melahirkan para pejuang, agar dapat melahirkan kembali profil muslim yang berakhlak yang pernah dibangun dan dibina Rasulullah Saw. di Darul Arqam bin Abi Arqam. Kemudian membangun dengan profil-profil ini –baik lelaki maupun wanita- batu bata yang akan menyusun sebuah keluarga yang nantinya mampu melahirkan para pejuang, yang menciptakan sebuah umat yang berdiri dia atas budi pekerti dan akhlak yang mulia sebelum ia berdiri di atas sebuah negara.

Kedua, menyucikan akal seorang muslim dari pikiran-pikiran pragmentatif terhadap Islam, karena hal itu hanya akan memperbesar perbedaan dalam masalah-masalah furu’ dan parsial, dan meniadakan pola berpikir yang universal terhadap Islam.

Ketiga, Menghancurkan kejumudan yang dialami oleh akal akibat ditutupnya pintu ijtihad, yang sebenarnya mematikan kecerdasan untuk menciptakan dan berkontribusi dan akhirnya menjatuhkannya pada lubang taklid buta yang tercela. Ini juga menghalangi umat Islam menikmati solusi-solusi konsep pemikiran dalam Islam terhadap problematika dan permasalahan kontemporer yang jauh dari alam berpikir yang banyak berbenturan dengan ketetapan prinsip-prinsip agama.

Maka untuk mengembalikan konsep berpikir yang baik dan benar, diperlukan sebuah sebuah frame pandangan yang universal terhadap Islam, -dan pandangan ini dimiliki oleh Imam Hasan Al Banna-, dan yang dimiliki oleh para pendahulunya, yaitu para pejuang yang mengambil ajaran ini dari konsep yang diajarkan Rasulullah Saw.. Dengan konsep tersebut, mereka kemudian membangun sebuah peradaban, mendirikan sebuah pemerintah, dan merekapun memimpin peradaban di muka bumi.

Ia adalah sebuah konsep yang sempurna dan universal yang mengajak saudara-saudaranya ikut bersama menjadi bagian untuk membangun sebuah jama’ah, yang memberikan darah dan jiwanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi, dan membuat panji-panji kejahatan menjadi hina dan tercela, demikianpula yang dilakukan oleh Imam Al Banna. Jama’ah Ikhwanul Muslimin membawa konsep pemahaman ini, dan menyeru kepadanya. Ia teguh menahan akibatnya demi menancapkan nilai tersebut di tengah masyarakat. Telah berapa banyak pejuang yang gugur demi memperjuangkannya? Imam Syahid Hasan Al Banna adalah yang terdepan dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin yang membuktikan pengorbanan tersebut – semoga Allah membalas apa yang telah ia berikan untuk Umat Islam dengan balasan yang sebaik-baiknya-. Telah berapa banyak darah yang ditumpahkan? Sudah berapa banyak anak-anak menjadi yatim? Telah berapa banyak wanita yang kehilangan anaknya? –Kita menabungnya menjadi kebaikan di akhirat-, Hingga pemahaman benar-benar tertancap kuat dan menjadi sesuatu yang lumrah yang tidak ada perbedaan di dalamnya, kendati dengan banyaknya fitnah dan ujian serta tersebarnya syubhat dan tuduhan-tuduhan palsu dan perbantahan. Apa yang dibawa oleh Imam Hasan Al Banna adalah sebuah pembaharuan, walaupun sebenarnya Imam Syahid hanya memperbaharui sesuatu yang lama yang hampir dilupakan.

Problematika yang dihadapi umat tidaklah sederhana seperti yang diyakini oleh sebagian orang. Apa yang telah merasuki pikiran berupa kemelut, kebingungan dan invasi pemikiran, pada gilirannya akan menghalangi terwujudnya tujuan yang hendak dicapai, dan menghalangi misi yang diemban. Permasalahan ini tidak mungkin disembuhkan dalam waktu sehari semalam, atau dengan penyampaian kuliah dari seorang pakar, atau dengan pelajaran di beberapa tempat dari seorang pemikir muslim, ataupun dengan nasehat-nasehat secara regular dari salah seorang ulama kesohor, atau dengan selebaran-selebaran yang diedarkan kemudian hilang tanpa bekas seiring berakhirnya bacaan, atau dengan buku-buku yang dihafal teks atau naskahnya. Ia sesungguhnya adalah penderitaan yang telah berlangsung lama, yang membutuhkan tarbiyah dan upaya yang keras, agar kita dapat mewarisi para rijal (pejuang) bukan mewarisi buku saja, karena kita ingin mendirikan agama yang tegak di atasnya negara dan peradaban, serta menyadarkan umat yang akan memimpin dunia.

Sesungguhnya manhaj yang mampu melahirkan para pejuang dan yang mampu memenuhi ikrarnya kepada Allah, memerlukan beberapa hal berikut,

Pemahaman yang benar (Al Fahm Al Shahih), pembentukan yang sangat cermat, keimanan, ketulusan cinta, pengorganisasian yang rapi, agar kita bisa membuat jalinan jama’ah yang di serukan Allah dengan panggilan, “wahai orang-orang yang beriman,” yaitu orang-orang yang senantiasa memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Agar mereka menjadi ahli ibadah terlebih dahulu sebelum menjadi pemimpin, maka dengan ibadah mereka akan dihantarkan untuk memimpin dengan sebaik-sebaiknya, hal itu tentunya dilakukakn dengan manhaj yang jelas, amalan yang terus menerus, budi pekerti yang tinggi, napas yang panjang, kesabaran dengan sebaik-sebaiknya, nasehat kebaikan, diskusi yang bijak, dan kesadaran, serta evaluasi yang sangat cermat. Mengapa demikian? Karena manhaj perbaikan apapun yang digunakan untuk keperluan manusia, dan dakwah kebenaran apapun yang ide dasar dan pemahamannya tidak bersandar pada nilai-nilai ini, dan tidak mengacu pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. maka ia adalah dakwah yang rapuh dan akan tercerabut akarnya dari permukaan bumi. Namun jikai ia menyatu dengan sumber gizi, kekuatan dan kehidupannya maka akarnya tertancap kuat dan dahannya menjulang ke langit dan akan memberikan buah di setiap waktu dengan izin Allah.

Imam Hasan Al Banna telah menjelaskan nilai-nilai ini dengan sangat jelas tanpa ada kesamaran dan keraguan, baik dari segi kejelasan ide, kesatuan pandangan dan etika, kesatuan target dan tujuan dan kesatuan visi serta kesamaan sarana prasarana mewujudkannya. Imam Hasan Al Banna mengetahui bahwa masyarakat sangat membutuhkan penjelasan pemahaman untuk merapikan gerakan, dan penjelasan pandangan untuk menyamakan barisan, serta penjelasan ide agar bisa berjalan secara benar dan mewujudkan cita-cita yang diharapkan.Kita sangat memperhatikan budaya dialog, diskusi dan bertukar pandangan .. Kami katakan kepada mereka yang menyelesihi kami,

تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ

Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu .. “ (Ali Imran: 65)

Kepada mereka yang mendebat kami, kami katakan,

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar. “ (Al Baqarah: 111)

Kepada mereka yang membangkang, kami katakan:

وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. “ (Saba: 24)

Karena sesungguhnya syiar setiap da’i yang meyerukan agama Allah adalah,

وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا

Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, ..” (Al Baqarah: 83)

Adapun para penyeru dakwah Islam yang menyelesihi kami, maka kami katakan kepada mereka, “Mari kita saling tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati dan saling memaklumi dan memaafkan dalam perkara-perkara yang tidak kita sepakati.” Namun jika mereka mengabaikan seruan itu, maka kami akan katakan, “Semoga keselamatan selalu dilimpahkan kepada kalian dan kami tidak menginginkan apapun kecuali ikatan cinta karena Allah. “

Kajian dalam buku ini memaparkan pandangan yang jelas dan menyeluruh terhadap manhaj perubahan dan konsep merealisasikan tujuan-tujuannya. Di dalamnya juga terdapat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang banyak diutarakan, serta penjelasan permasalahan yang banyak mengandung perbedaan, begitupula perbedaan pikiran. Ini merupakan langkah serius yang dilakukan untuk menjelaskan pandangan dan manhaj dakwah Ikhwanul Muslimin serta tujuan-tujuannya. Ini merupakan tambahan referensi yang ditulis dan diedarkan oleh civitas dakwah Ikhwan, untuk menjelaskan dakwah mereka dan menjawab syubhat-syubhat. penulisnya adalah salah seorang yang dibina dalam barisan dakwah, mengusung dan teguh di atas prinsip-prinsip jama’ah. Dan kita mengagungkan seseorang yang merupakan hak Allah.

Cairo, Ramadan 1426 H/Oktober 2005

IR. Muhammad Khairat Syathir

Wakil Mursyid ‘Am Ikhwanul Muslimin



Share on Google Plus

About Sjam Deddy

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment