Sebuah rekayasa yang sangat berlebihan
dilakukan oleh para pendukung calon presiden (Capres) PDIP Jokowi di dunia
maya. Penggiringan opini itu mereka lakukan agar Jokowi tidak pernah salah di
mata publik. Jokowi sebagai manusia 'super', tanpa cacad.
Kemudian, para pendukung fanatik Jokowi
yang membuat istilah baru yaitu pasukan nasi bungkus (panasbung), dinilai tidak
mengedepankan aspek moral dalam berpolitik. Langkah itu, sudah keluar dari
kaidah moral politik, alias menghalalkan segala cara.
Pakar komunikasi politik dari
Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan adanya akun bayaran
pendukung Jokowi di media sosial sebagai bentuk penggiringan opini publik untuk
tujuan tertentu.
"Kalau memang akun-akun di media
sosial seperti di Twitter itu dikendalikan, berarti ada maksud tertentu
menggiring opini publik. Harusnya ketika berpolitik, tidak boleh lepas dari
moral. Seharusnya dalam memperoleh kekuasaan itu netral, tidak ada
penggiringan," kata Emrus, Senin (28/4/2014).
Satu orang membawahi banyak akun di
media sosial, itu sama saja dengan kebohongan publik. Sepertinya banyak orang
yang berkomentar, padahal hanya dikendalikan satu orang supaya terbentuk
opini," lanjutnya.
Direktur Lembaga Emrus Corner itu
memaparkan penggiringan opini publik yang dilakukan akun bayaran pendukung
Jokowi tak jauh beda dengan money politics. Apalagi setelah
beredar informasi, akun yang biasa berkomentar untuk mendukung Jokowi dan
menjelek-jelekkan capres lain itu ternyata menerima gaji.
"Apalagi seperti itu (pendukungnya
menerima gaji). Itu tidak jauh beda dengan menghalalkan money politics.
Seharusnya gerakan masyarakat itu natural, tidak ada penggiringan. Ini sama
saja dengan politik mobilisasi Hitler. Bedanya, mobilisasi Hitler saat itu
dilakukan dengan ancaman. Pergerakan lewat media sosial seperti itu (akun
bayaran), menghalalkan money politics," imbuhnya.
Ini sebuah tindakan yang tidak
bermoral. Di mana dengan menggunakan opini, tujuan menggiring rakyat dan
memanipulasi pikiran rakyat, seakan-akan Jokowi itu, manusia yang tidak ada
lagi tandingannya.
Padahal, Jokowi itu hanyalah tokoh
'abal-abal' alias 'jadi-jadian', produk dari media yang dibayar, dan
menggelembungkan Jokowi, dan rakyat tertipu. Siapa dibalik semua itu. Tak lain,
'konglomerat' Cina, dan para penjajah barat
Sebuah
rekayasa yang sangat berlebihan dilakukan oleh para pendukung calon
presiden (Capres) PDIP Jokowi di dunia maya. Penggiringan opini itu
mereka lakukan agar Jokowi tidak pernah salah di mata publik. Jokowi
sebagai manusia 'super', tanpa cacad.
Kemudian, para pendukung fanatik Jokowi yang membuat istilah baru yaitu pasukan nasi bungkus (panasbung), dinilai tidak mengedepankan aspek moral dalam berpolitik. Langkah itu, sudah keluar dari kaidah moral politik, alias menghalalkan segala cara.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan adanya akun bayaran pendukung Jokowi di media sosial sebagai bentuk penggiringan opini publik untuk tujuan tertentu.
"Kalau memang akun-akun di media sosial seperti di Twitter itu dikendalikan, berarti ada maksud tertentu menggiring opini publik. Harusnya ketika berpolitik, tidak boleh lepas dari moral. Seharusnya dalam memperoleh kekuasaan itu netral, tidak ada penggiringan," kata Emrus, Senin (28/4/2014).
"Satu orang membawahi banyak akun di media sosial, itu sama saja dengan kebohongan publik. Sepertinya banyak orang yang berkomentar, padahal hanya dikendalikan satu orang supaya terbentuk opini," lanjutnya.
Direktur Lembaga Emrus Corner itu memaparkan penggiringan opini publik yang dilakukan akun bayaran pendukung Jokowi tak jauh beda dengan money politics. Apalagi setelah beredar informasi, akun yang biasa berkomentar untuk mendukung Jokowi dan menjelek-jelekkan capres lain itu ternyata menerima gaji.
"Apalagi seperti itu (pendukungnya menerima gaji). Itu tidak jauh beda dengan menghalalkan money politics. Seharusnya gerakan masyarakat itu natural, tidak ada penggiringan. Ini sama saja dengan politik mobilisasi Hitler. Bedanya, mobilisasi Hitler saat itu dilakukan dengan ancaman. Pergerakan lewat media sosial seperti itu (akun bayaran), menghalalkan money politics," imbuhnya.
Ini sebuah tindakan yang tidak bermoral. Di mana dengan menggunakan opini, tujuan menggiring rakyat dan memanipulasi pikiran rakyat, seakan-akan Jokowi itu, manusia yang tidak ada lagi tandingannya.
Padahal, Jokowi itu hanyalah tokoh 'abal-abal' alias 'jadi-jadian', produk dari media yang dibayar, dan menggelembungkan Jokowi, dan rakyat tertipu. Siapa dibalik semua itu. Tak lain, 'konglomerat' Cina, dan para penjajah bara
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/28/30063/pendukung-jokowi-tidak-bermoral-menipu-rakyat/#sthash.YV9L5kc4.vCsoeRdt.dpuf
Kemudian, para pendukung fanatik Jokowi yang membuat istilah baru yaitu pasukan nasi bungkus (panasbung), dinilai tidak mengedepankan aspek moral dalam berpolitik. Langkah itu, sudah keluar dari kaidah moral politik, alias menghalalkan segala cara.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan adanya akun bayaran pendukung Jokowi di media sosial sebagai bentuk penggiringan opini publik untuk tujuan tertentu.
"Kalau memang akun-akun di media sosial seperti di Twitter itu dikendalikan, berarti ada maksud tertentu menggiring opini publik. Harusnya ketika berpolitik, tidak boleh lepas dari moral. Seharusnya dalam memperoleh kekuasaan itu netral, tidak ada penggiringan," kata Emrus, Senin (28/4/2014).
"Satu orang membawahi banyak akun di media sosial, itu sama saja dengan kebohongan publik. Sepertinya banyak orang yang berkomentar, padahal hanya dikendalikan satu orang supaya terbentuk opini," lanjutnya.
Direktur Lembaga Emrus Corner itu memaparkan penggiringan opini publik yang dilakukan akun bayaran pendukung Jokowi tak jauh beda dengan money politics. Apalagi setelah beredar informasi, akun yang biasa berkomentar untuk mendukung Jokowi dan menjelek-jelekkan capres lain itu ternyata menerima gaji.
"Apalagi seperti itu (pendukungnya menerima gaji). Itu tidak jauh beda dengan menghalalkan money politics. Seharusnya gerakan masyarakat itu natural, tidak ada penggiringan. Ini sama saja dengan politik mobilisasi Hitler. Bedanya, mobilisasi Hitler saat itu dilakukan dengan ancaman. Pergerakan lewat media sosial seperti itu (akun bayaran), menghalalkan money politics," imbuhnya.
Ini sebuah tindakan yang tidak bermoral. Di mana dengan menggunakan opini, tujuan menggiring rakyat dan memanipulasi pikiran rakyat, seakan-akan Jokowi itu, manusia yang tidak ada lagi tandingannya.
Padahal, Jokowi itu hanyalah tokoh 'abal-abal' alias 'jadi-jadian', produk dari media yang dibayar, dan menggelembungkan Jokowi, dan rakyat tertipu. Siapa dibalik semua itu. Tak lain, 'konglomerat' Cina, dan para penjajah bara
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/28/30063/pendukung-jokowi-tidak-bermoral-menipu-rakyat/#sthash.YV9L5kc4.vCsoeRdt.dpuf
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/28/30063/pendukung-jokowi-tidak-bermoral-menipu-rakyat/#sthash.YV9L5kc4.vCsoeRdt.dpbs
posted by @Dd
0 comments:
Post a Comment