Gerakan tidak memilih salah satu Calon legislatif (Caleg) partai,
terutama partai Islam pada Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang, santer
akan dilakukan oleh beberapa organisasi massa (Ormas) Islam.
Karena itu, anggapan bahwa demokrasi tidak sesuai syariat Islam dan
seolah-olah harus dijauhi karena masuk pada hal haram seharusnya
ditinjau kembali. Demikian disampaikan salah satu penggagas Pengajian
Politik Islam (PPI), KH. Cholil Ridwan hari Ahad (16/03/2014) di Masjid
Agung al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta.
Sebelum ini, Kiai Cholil pernah menemui tokoh yang beranggapan,
partai politik (Parpol) itu sebagai barang najis dan parlemen sebagai
septic tank (tempat pembuangan kotoran, red). Menurut si tokoh, tidak
mungkin kita bisa menegakkan syariat dengan kumpulan najis-najis di
Senayan.
“Saya tanya, Ustad tuh, nikah, nggak? Kalau nikah, berarti Ustad
menggunakan produk septic tank. Itu yang berjuang menggoalkan UU
Perkawinan, najis itu, PPP, dibantu oleh Fraksi ABRI. Anak-anak PII
(Pelajar Islam Indonesia) menduduki DPR. Kemudian lahirlah UU
Perkawinan. Apakah UU perkawinan tidak bisa kita pakai? UU Pengelolaan
Zakat, UU Wakaf?,” ujarnya menjawab sang tokoh.
Karena itu, Ketua MUI Pusat itu menyayangkan jika ada himbauan Golput
dari para tokoh Ormas Islam. Padahal, jumlah pengikut mereka bisa
mencapai ribuan.
Jika itu terjadi, suara umat Islam akan berkurang signifikan. Jika
saja 1 juta masyarakat memilih Golput, maka setengahnya berasal dari
pengikut Ormas Islam. Hal tersebut sama dengan mengerahkan 500 ribu
suara untuk mendukung partai yang tidak mendukung syariat.
“Nah, sekarang bagaimana kita bisa menang, jika umat Islam sudah
jauh-jauh hari, Golput?”tanya Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar PII
ini prihatin
hidayatullah
posted by @Dd
0 comments:
Post a Comment