Ulama Kok Bisa Dipesan!


Sejatinya memang, sebelum mengambil kesimpulan sebuah hukum syar'i. Seorang mujtahid, entah itu ia mujtahid mutlak atau juga mujtahid madzhabi dan sejenisnya, yg pertama-tama dan yang memang harus dilakukan ialah mengumpulkan dalil sebanyak-banyaknya yang ia ketahui dan sampai ke telinganya.

Setelah dipaparkan berbagai macam dalil, baik itu dari al-Quran dan juga sunnah/hadits Nabi saw, serta ditambahkan beberapa fatwa dari ulama terdahulu, barulah ia memulai proses pemindaian (baca: istinbath).  

Atau dalam masalah kontemporer yang memerlukan suatu keahlian dalam disiplin ilmu tertentu, tinjauan dan penelitian mereka yang ahli dan pakar dibidangnya tersebut haruslah diikut sertakan. seperti kedokteran, astronomi dan sebagainya.

Setelah itu mulailah seorang mujtahid melakukan istimbath hukum suatui masalah berdasarkan dalil-dalil yang ada serta tinjauan para ahli tersebut. Dan yang pasti keputusan hukum tersebut haruslah berjalan selaras degan Maqoshid Syariah (tujuan syariah).

Jadi proses sesungguhnya yaa seperti itu. Dalil, klarifikasi dalil, istidlal, istimbath dan keluarlah sebuah produk ijtihad yang dinamakan dengan hukum atau fatwa. Jadi hukumnya itu datang belakangan setelah proses yang tidak sebentar.

Tapi kenyataan lapangan sekarang ini berbeda. Ulama sekarang ini justru malah sebaliknya, beliau-beliau malah menempatkan sebuah hukum yang merupakan hasil itu di awal perkara. Hukumnya seperti "ini". Kemudian setelah itu baru lah beliau mecari dalil untuk membenarkan hukum tersebut.

Yang terjadi bukanlah proses mencari kebenaran suatu hukum perkara, tapi justru malah mencari pembenaran atas hukum yang telah di-"sepakati" oleh pihak seorang 'Alim tersebut dan juga pihak "pemesan" hukum. Na'udzu billah.
Dalil dan hukum yang dihasilkan terlihat jelas ketidaksinkronannya. Tidak jelas hubungan, pun istidlalnya rusak! Sama sekali nggak nyambung. Tapi ya disambung-sambungin saja. Kalau perlu (dan memang ini yang dilakukan) melakuka pelintiran tafsir dan pelintiran ayat serta kandungannya.

Yang parahnya lagi, mereka membuat tameng dengan mengatakan bahwa hukum/fatwa yang dikatakannya telah dikatakan sebelumnya oleh salah seorang Ulama terdahulu demi menutupi kebohongannya tersebut. Padahal sama sekali ulama tersebut tidak pernah berbicara itu.

Dan yang membuat jengkel lagi, setelah dicek ternyata ulama "bohongan" ini sama sekali tidak punya riwayat pendidikan syariah. Hanya karena namanya sudah terlanjur "beken" dan popular saja, beberapa pihak memanfaatkannya seperti itu. Dan labih heran lagi, kok banyak yang ngikutin?

Memang tidak semua Ulama seperti ini. Tapi tidak juga kita bisa menutup mata bahwa ada Ulama "karbitan" yang model kayak gini. Menyatakan suatu hukum sesuai pesanan. Siapa yang memesan bisa dibuatkan fatwanya. Tentu dengan tarif yang tentu saja dengan negosiasi tinggi.

Kita juga kan telah melihat itu memang benar terjadi. Masalah pilkada misalya yang ramai. Bukan hanya pilkada saja, tapi semua jenis pemilu, entah itu legislatif ataupun eksekutif.

Entah kenapa setiap ada pilkada di daerah manapun itu, pasti saja dibumbui oleh fatwa-fatwa ulama pesanan. Dan juga yang makin menggelikan malah ada fatwa hasil alam mimpi. Yaitu seorang yang dikatakan sebagai ulama bermimpi bertemu dengan ulama fulan bin fulan, menurut pengakuannya, kemudian mengisyaratkan untuk kita semua memilih pak bla..bla..dalam pilkada nanti. Halah..... Masih ada kok yang gini ya?

Itulah yag dinamakan ulama su'. Ulama pesanan. Semua sudah menjadi bisnis kepentingan. Wallahul-musta'an

Akhirnya yang terjadi hanya memperburuk dan makin memperparah citra ulama dan islam itu sendiri. "Ulama kok bisa dipesen"

Jadi benar apa yag dikatakan oleh guru saya: "khoirul-Umaro' Aqrobuhum Ilal-Ulama'. Wa Syarrul-Ulama' Aqrobuhum Ilal-Umaro' " (sebaik-baik pemimpin ialah ia yang dekat dengan para Ulama. Dan seburuk-buruk Ulama ialah ia yang dekat dengan para penguasa)

Semoga Allah swt menjaga kita dari tangan-tangan pemesan keburukan.

Wallahu A'lam

Oleh : Ahmad Zarkasy

posted by @Dd
Share on Google Plus

About @Adimin

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment