Tidak Mengetahui Da’wah


Ketidaktahuan segolongan manusia terhadap da’wah bukan berarti Islam tidak ada di tengah-tengah umat manusia tersebut. Oleh karena itu, para da’i —menanggapi masalah ketidaktahuan segolongan manusia terhadap da’wah— hendaknya dapat memaklumi. Dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdoa,
“Ya Allah, tunjukilah kaumku! Sesung- guhnya mereka itu tidak mengetahui!”

Bila seorang da’i memahami hal ini, ia akan bersikap lembut, senantiasa berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran, serta memiliki “nafas panjang.” Seorang da’i harus memahami situasi dan kondisi seseorang, sebelum ia mendapat taufiq dan hidayah Allah menuju keimanan.
“Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah.” (An-Nisa’: 94)

Hidayah dan taufiq itu merupakan anugerah Allah. Allah berfirman,
“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, ‘Janganlah kalian merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislaman kalian, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepada kalian dengan menunjuki kalian kepada keimanan, jika kalian adalah orang-orang yang benar.’” (Al Hujurat: 17)

Ketika Anda berusaha mengubah seseorang dan pemikiran lama menuju pemikiran baru, Anda harus menyadari bahwa pemikiran itu benar-benar baru baginya. Artinya, ia belum mengenalnya. Seseorang yang belum mengenal sesuatu, akan menolaknya. Betapa banyak kalangan sahabat, —ketika mereka belum masuk Islam— memusuhi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tetapi ketika mereka mendapat hidayah Allah, mereka menjadi pendukungnya, bahkan berjuang dan berperang bersama beliau.

Oleh sebab itu, bila seorang da’i memahami bahwa sesungguhnya dirinya adalah pelaku ishlah (perbaikan), —seorang doktor dan seorang guru— maka pastilah ia akan mengubah metode da’wah terhadap orang-orang awam. Dengannya, da’wah akan masuk ke dalam relung hati dan akal yang paling dalam hingga mampu mengubah hati (perasaan) dan pikiran itu secara total.

Ustadz Hasan Al Banna pernah menyatakan, “Jika di hadapanmu ada sejumput gula pasir dan sejumput garam, bagaimana Anda dapat membedakannya? Saya akan mengatakan, ‘Saya harus mencicipi keduanya, kare-na dengan mencicipinya kita dapat membedakannya.’”

Agar manusia mengetahui da’wah, mereka harus merasakan pahit-manisnya dan daya tariknya. Tanpa merasakan itu terlebih dahulu, mereka patut dimaklumi atau dimaafkan, sampai kita telah mendatangi dan menawarkannya kepada mereka.

barangsiapa mencicipi kenikmatan ishlah
ia pasti mengetahuinya
barangsiapa mengetahuinya ia akan bangkit
menyerahkan nyawa sebagai tebusan

Berapa banyak kaum Muslimin yang tak mengenal da’wah, bahkan membenci para da’i dan memerangi Islam dengan berbagai macam metode yang tak pernah terlintas di benak setan sekahpun. (Ungkapan Hasan Al Banna dalam Majmu’ah Rasail)

Saat ini, semua kebohongan dan rekayasa itu tercer-min di berbagai mass media seluruh penjuru dunia. Para da’i dilarang secara hukum untuk berbicara di tengah hiruk-pikuk yang bergaung. Namun walaupun dike-pung konspirasi dunia yang zhalim untuk menghancur-kan Islam dan pemeluknya, alhamdulillah kita masih memiliki kekuatan iman yang melingkupi segala segi, dan tentunya tetap optimis terhadap pertolongan Allah.
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orangorang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka’. Makaperkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’” (Ali-Imran: 173)

Di antara kata-kata pernyataan Asy Syahid Hasan Al Banna, “Kita akan menang dengan cara yang sangat sederhana. Sekali pun dunia akan menyaksikan apa yang belum disaksikan sebelumnya.” Pernyaatan ini berperan penting dalam membangkitkan semangat, kekuatan, dan kehidupan. Kami pun terguncang. Bagaimana kita dapat menang dengan cara yang paling sederhana, padahal kita bahkan tidak memilikinya?

Bagaimana mungkin Uni Sovyet dapat runtuh, padahal memiliki ratusan senjata nuklir? Itulah! Senjata-senjata itu tidak dapat berbuat apa-apa!

Bukankah ini sebuah realiti yang terang dan jelas. Kemenangan itu hanya dari Allah, akan diarahkan menurut kehendak-Nya. Tidak ada urusan bagi-Nya kecuali bagaikan sekejap mata atau mendekatinya. Bila Allah mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah kamu!” niscaya akan terjadi. Allah berfirman,
“(Al Qur’an) ini adalahpenjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberiperingatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan YangMaha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambilpelajaran!” (Ibrahim: 52)

Sesungguhnya, misi seorang da’i di tengah kegelapan adalah menyalakan lilin, menuntun si buta, memperde-ngarkan yang tuli, mengemban beban, memberi makan yang lapar, tawadhu’, dan kasih sayang kepada sesama Muslim.



posted by @Dd
Share on Google Plus

About @Adimin

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment