Tentang Kitman (Menyembunyikan) dan Sirriyah (kerahasiaan)

 
Jamaah ini bukan sesuatu yang rahasia dan tertutup, namun adalah sebuah barisan yang saling bertautan erat, bersatu dan saling mengasihi, yang setiap individunya hidup bersama yang lain dan saling mengunjungi, dan saling memikul beban satu sama lain.

Jamaah ini bukan pula sebuah kelompok rahasia yang masing-masing individunya tidak mengenal individu yang lain kecuali tugasnya. Prinsip jamaah ini adalah saling hidup bersama dan saling mengenal antara labinah (batu bata) dalam barisan dakwah, yang saling bertaut, yang komitmennya yang paling rendah adalah salamatul Shadr (lapang dada), dan yang paling tinggi adalah al ‘Itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya dari kepentingannya sendiri).

Imam Syahid berkata, “Kenalilah siapa saja yang engkau temui dari saudara-saudaramu.”
“Hendaklah sebagian dari kalian memikul beban sebagian yang lain. Demikian itulah fenomena iman dan intisari ukhuwah. Hendaklah sebagian dari kalian senantiasa bertanya kepada sebagian yang lain (tentang kondisi kehidupannya). Jika didapatkan padanya kesulitan, segeralah memberikan pertolongan selama ada jalan untuk itu.”
 
“Hendaklah selalu ada ikatan ruh dan amal dengan qiyadah.”
“Dan hendaklah ia mengenal dan mengetahui seluruh kondisinya, serta yakin kepada pemimpinnya dan seluruh kemampuan dan keikhlasan yang dimilikinya, yang kemudian melahirkan rasa cinta, penghormatan dan ketaatan.”
“Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap, juga kenalkan dirimu kepeda mereka dengan selengkapnya.”

Hal ini tidak bertolak belakang dengan mainstream dan prinsip harakah, serta konsentrasinya untuk mendalami pengetahuan yang khusus dan bermanfaat untuknya. Rasulullah Saw. bersabda:
من حسن إسلام المرء تركه مالايعنيه
“Diantara tanda baiknya keIslaman seseorang adalah meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat baginya.”

Termasuk menjaga lisan dan menyimpan amanah majlis. Ini semua termasuk adab-adab Islam dan akhlaknya, dan merupakan kewajiban jamaah dan kerapian shaf dakwah.

Terdapat perbedaan besar antara kerahasiaan gerakan dan kerahasiaan prinsip dalam dakwah. Di dalam dakwah tidak ada rahasia atau sesuatu yang disembunyikan, atau terdapat prinsip-prinsip yang dipublikasikan dan ada prinsip yang disembunyikan. Sesungguhnya dakwah, -yang berlandaskankan manhaj Islam- prinsip-prinsipnya disampaikan secara terbuka, target-target, visi dan misinya disampaikan, fase dan tahapan-tahapan dakwahnya telah ditetapkan dan diketahui, risalah dan selebaran-selebarannya diumumkan, kader dan tokoh-tokohnya hidup dan berbaur dengan masyarakat, dan mereka memiliki izzah dengan dakwah yang mereka ikuti, kegiatan dan aktivitas mereka di tengah masyarakat terbuka dan dapat diketahui, mereka ada di mesjid-mesjid, lembaga-lembaga sosial, bersama masyarakat di setiap tempat dan waktu, dan mereka juga melakukan perjuangan konstitusi dan aktivitas politik.

Adapun penutupan beberapa sisi dalam strategi gerakan di barisan dakwah, maka hal itu lebih kepada upaya memproteksi dakwah akibat tekanan dan konspirasi musuh-musuh Allah, dan ini sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.:
اسْتَعِينُوا عَلَى إِنْجَاحِ الْحَوَائِجِ بِالْكِتْمَانِ، فَإِنَّ كُلَّ ذِي نِعْمَةٍ مَحْسُودٌ
Jadikanlah kitman (upaya untuk menutupi sesuatu) sebagai penolong dalam memenuhi beberapa kebutuhan kalian, karena setiap kenikmatan itu pasti adalah yang mendengkinya.”

Yang Tsabit (prinsipil) dan Mutagayyir (relatif) dalam dakwah

Sesungguhnya dakwah memiliki keistimewaan dengan prinsip-prinsipnya dan tujuannya yang tetap, sejak awal mula kelahiran dakwah. Jadi tidak benar pendapat orang yang mengatakan bahwa dakwah ini awal mula lahir sebagai gerakan dakwah tasawuf dan akhlak, kemudian berubah menjadi gerakan politik.

Universalitas dakwah dan kesempurnaannya telah ditetapkan, jelas dan dideklarasikan sejak dakwah ini diserukan. Risalah-risalah Imam Syahid; dari risalah yang pertama hingga risalah yang terakhir yang disampaikan kepada Ikhwan memiliki manhaj dan prinsip yang sama, dan hal ini tidak bertentangan dengan hakikat bahwa strategi dakwah dalam melaksanakan dan menerapkan memiliki tahapan dan fase-fase tertentu sebagaimana yang dijelaskan dan diarahkan oleh Imam Syahid.

Imam Syahid berkata dalam Muktamar Para Pemimpin Wilayah dakwah pada tahun 1945 M:
“Telah ditetapkan kepada kalian asas pertama dakwah sejak bulan Dzulqa’dah 1347 H/1928 M), dan kalian akan terus memegang teguh dan tegar hingga Allah mewujudkan janji-Nya –insya Allah-.”

Sesungguhnya prinsip-prinsip jamaah adalah prinsip-prinsip Islam itu sendiri, engkau tidak bisa menyimpangkannya. Jamaah dakwah, harus memegang teguh prinsip-prinsip yang khusus baginya dalam gerakan dan pengorganisasian, dan ia memiliki dasar pijakan yang berlandaskan kepada syariat Allah. Sementara sarana-sarana dakwah akan terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi dan keadaan.

“Untuk itu kami harus menegaskan lagi bahwa, sesungguhnya tarbiyah, dakwah dan jamaah yang terorganisir, merupakan prinsip dan ketetapan yang tidak akan berubah. Meskipun sarana-sarana dakwah dan aktivitas-aktivitas yang menyokong misi dakwah semakin berkembang, namun dakwah tetap berada dalam prinsip dan poros yang tidak berubah.
Perubahan dan inovasi pada sarana dan kegiatan-kegiatan dakwah memiliki batasan-batasan dan prinsip yang harus dipenuhi serta melalui institusi-institusi jamaah yang menetapkan syura dan nota-nota kesepakatan.

Tentang Rasa Kepemilikan Terhadap Islam

Jamaah tidak memonopoli sifat Islam untuk dirinya semata, dan menapikannya dari kelompok-kelompok yang lain, karena ia bukan jama’atul al Muslimin (kelompok kaum muslimin) yang siapa saja meninggalkan dan berbeda dengannya maka telah keluar dari agama Islam, namun ia merupakan jama’atul minal muslimin (sebuah kelompok dari kaum muslimin) yang berdiri demi mewujudkan tujuan-tujuan Islam sesuai dengan ideologi dan manhaj yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah, sebagaimana yang dipahami dan diyakini sebagai jalan yang benar dan tidak ada jalan yang lain. Jamaah tidak menetapkan sebuah hukum (ketetapan) terhadap orang lain, hanya Allah semata yang berhak menetapkan hukuman terhadap mereka. “Kami adalah para da’I, dan bukan hakim yang menghukumi.”

Jamaah tidak berdiri di atas mazhab tertentu, namun ia terbuka untuk yang lain sesuai dengan pemahaman Islam yang komprehensif dan mengajak kepadanya, dan mengajak untuk bekerjasama untuk mengembalikan kemulian umat Islam dan mewujudkan tujuan-tujuan Islam seluruhnya.

Hujjah

Jamaah dan prinsip-prinsipnya merupakan hujjah bagi kader-kader dakwah, dan bukan kader yang menjadi hujjah baginya. Sejauhmana sesesorang mengambil dan menerapkan nilai-nilai dakwah dan tarbiyah, serta ketaatannya terhadap prinsip-prinsip dakwah, maka sebesar itu pula ia berperan sebagai representasi dakwah ini, walaupun ia sebagai prajurit dakwah yang berada di akhir barisan.
Imam Syahid berkata, “Ada beberapa orang yang ada di barisan kami, namun sesungguhnya ia tidak bersama kami, dan ada beberapa orang yang tidak berada di barisan kami, namun ia bersama kami.”

Beliau juga berkata tentang kewajiban dakwah dan ajaran-ajarannya:
“Cengkeramlah dengan sungguh-sungguh bimbingan-bimbingan ini. Jika tidak maka dalam barisan orang-orang yang duduk dan para pemalas masih terdapat kursi-kursi yang kosong.”
“Saya yakin, jika engkau mengetahuinya dengan baik dan engkau menjadikannya sebagai cita-cita dan orientasi hidupmu, maka balasanmu adalah kehormatan hidup di dunia dan kebajikan serta ridha di akhirat. Engkau bagian dari kami dan kami bagian dari dirimu. Jika engkau berpaling darinya lalu duduk-duduk santai saja, maka tiada lagi hubungan antara kita. Jika engkau seseorang yang biasa berada di depan majelis kita, di pundakmu tertempel gelar-gelar mentereng, dan kau tampak begitu menonjol di antara kita, maka dudukmu akan dihisab Allah dengan seberat-beratnya hisab.”

Jadi yang merepresentasikan jamaah dan menyampaikan sikap-sikapnya secara langsung, adalah qiyadah (pemimpin) tertinggi, yang disebut Mursyid ‘am, atau siapa yang dipercayakan sebagai juru bicara atas nama jamaah dan menyampaikan pandangan-pandangannya. Adapun individu dalam jamaah dakwah dan siapa saja yang bergabung dengan jamaah ini, -dengan tetap berada dalam satu kesatuan dan ideologi yang sama-, maka setiap orang berhak memiliki pandangan, ijtihad, dan interpretasi dalam pemikiran dan dakwah Islam, selama tidak keluar dari batasan-batasan syariat, prinsip dan sikap-sikap jamaah.


posted by @Dd


Share on Google Plus

About Sjam Deddy

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment