Sholih. Istilah inilah yang mungkin menjadi modus dalam statistika wacana kaum muslimin. Ia kerap muncul dalam tiap do’a, harapan, dan pembicaraan kita. Hampir semua yang beragama Islam tak asing dengan kata ini. Saat dalam kandungan ibu tercinta, orang-orang di sekitar turut berdo’a agar kita menjadi anak sholih. Begitu terlahir ke dunia, kembali do’a agar kita tumbuh menjadi anak sholih meluncur dari lisan para pendo’a. Sepanjang masa kanak-kanak hingga dewasa kata “sholih” tetap kita harapkan tersemat dalam pribadi kita. Hingga akhirnya saat menutup mata, kita tetap keukeuh ingin digolongkan ke dalam kelas orang-orang sholih.
Mengapa titel “sholih” ini begitu menawan hati? Betapa tidak, orang
sholih inilah yang disebut Allah sebagai satu dari empat macam manusia
istimewa (Q.S. An-Nisa: 69). Mufassir banyak menyebutkan bahwa
ayat tadi ialah tafsir Q.S.Al-Fatihah: 6-7 yang menjadi pengharapan kala
kita shalat. Rasulullah SAW juga menyebut orang sholih dalam tiap do’a tasyahud yang hingga kini kita pun mengikutinya. Anak sholih pula yang Rasulullah nyatakan menjadi investasi jariyah alias amalan yang tak putus pahalanya.
Maka, mengetahui karakter orang sholih menjadi hal yang amat penting.
Maha Pemurah Allah yang telah memberi penjelasan mengenai hal ini dalam
firman-Nya berikut:
“Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang shalih” (Q.S. Ali-Imran: 113-114)
Karakter pertama orang-orang sholih ialah ummatun qaa-imah. Selain bermakna “golongan yang jujur”, frasa ummatun qaa-imah
juga berarti orang-orang yang memiliki keteguhan dalam memegang
prinsip. Sifat ini yang belakangan makin jarang dijumpai lantaran godaan
duniawi kerap melenakan kita.
Karakter selanjutnya dari orang sholih adalah benar-benar serius
menelaah ayat-ayat Allah. Itulah mengapa dalam ayat ini, Allah
menggunakan frasa “membaca ayat-ayat Allah pada malam hari”. Sebagaimana
diketahui membaca atau menelaah Al-Qur’an di waktu malam lebih
memudahkan kita untuk fokus dan serius. Maka, keseriusan berinteraksi
denganAl-Qur’an menjadi salah satu parameter kesholihan seseorang.
Adapun karakter ketiga ialah mereka yang senantiasa mengistiqomahkan sholat Tahajjud (qiyamul lail).
Mengenai hal ini, Rasulullah pun pernah menyatakan hal yang sama.
Sholat Tahajjud adalah kebiasaan orang-orang sholih, begitu sabda
beliau.
Karakter keempat yakni beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Tentu
yang dimaksud beriman di sini tak hanya diucapkan dengan lisan. Keimanan
yang dimaksud harus mengakar kuat dalam diri sehingga berimplikasi pada
perilaku sehari-hari semacam muraqabah (merasa diawasi Allah di mana saja dan kapan saja), qana’ah (menerima segala keputusan Allah), dll.
Amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran) menjadi karakter berikutnya pribadi muslim yang
sholih. Ia tak mau hanya diam dalam zona nyaman ibadah pribadi saja.
Selalu tersirat dalam hatinya untuk mentransformasikan masyarakat yang
mungkin masih enggan beribadah agar kembali kepada-Nya. Tak rela pula ia
melihat kemungkaran yang gamblang terjadi di hadapan.
Karakter terakhir orang sholih menurut ayat di atas ialah bersegera
dalam kebaikan. Ini pula yang kita amat sering abaikan. Seyogyanya kita
bisa meniru para generasi terbaik umat ini yang dikenal amat “tamak”
akan segala bentuk kebaikan. Tak ada kebaikan sekecil apapun, kecuali
mereka usahakan untuk meraihnya. Saya jadi teringat kisah para muslimah
zaman Nabi perihal ini. Ketika turun ayat perintah berjilbab, mereka
langsung memakai kain penutup jendela rumah-rumah mereka atau kain
apapun untuk menutup aurat. Allahu akbar.
Demikian sekilas penjelasan mengenai karakter atau ciri orang sholih.
Bukan berarti yang menyampaikan lebih sholih daripada yang membaca.
Semoga bisa menjadi bahan evaluasi bersama dan kita dimudahkan Allah
untuk menggapai derajat sholih ini. Aamiin. Wallahu a’lam.
*Diadaptasi dari khutbah Jum’at Masjid An-Nur Pancoran pada Jumadits Tsani 1434 H/ 10 Mei 2013
Oleh: Nur Afilin
posted by @Dd
0 comments:
Post a Comment